PBB Wajibkan Daging, Susu dan Telur Bebas Residu Obat Hewan

PBB Wajibkan Daging, Susu dan Telur Bebas Residu Obat Hewan

- detikFood
Jumat, 08 Agu 2014 05:47 WIB
Foto: Getty Images
Jakarta - PBB telah menyepakati standar pangan baru terkait daging yang harus bebas dari residu obat hewan. Aturan lain yang disetujui adalah pembatasan cemaran timbal pada susu formula bayi serta toksin pada jagung.

Aturan ini diputuskan pada pertemuan tahunan Codex Alimentarius Commission di Jenewa, Swiss, Selasa (15/07/2014). Komisi tersebut dijalankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO).

Menurut Codex, inilah saatnya memastikan tak ada jejak delapan obat hewan dalam daging, susu, telur, dan madu yang dikonsumsi manusia. Kedelapan obat tersebut adalah chloramphenicol, malachite green, carbadox, furazolidone, nitrofural, chlorpromazine, stilbenes, dan olaquindox.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Angelika Tritscher, koordinator keamanan pangan PBB, mengatakan bahwa residu senyawa tersebut dalam makanan membahayakan kesehatan manusia. "Rekomendasi ini masih harus diterapkan dalam undang-undang nasional. Negara harus mengontrol, dan jika perlu, menarik produk dari pasaran," ujarnya.

Obat yang disasar termasuk antimikroba. Kemunculannya dalam makanan memperparah kekhawatiran terkait penyalahgunaan antibiotik pada manusia dan higienitas rumah sakit yang buruk. Hal-hal ini diduga sebagai penyebab meningkatnya superbug mematikan.

Selain aturan nihil residu obat hewan pada makanan, Codex juga membuat rekomendasi baru terkait batas maksimal kandungan timbal pada susu formula bayi. Dari 0,02 mg timbal per kg susu menjadi 0,01 mg. Keputusan ini bertujuan untuk menekan pencemaran timbal yang terjadi akibat kontaminasi lingkungan. Contohnya, saat proses produksi.

"Timbal memengaruhi perkembangan otak bayi, dan bayi tentu saja lebih sensitif terhadapnya. Sekarang terserah kepada produsen untuk membeli bahan paling aman untuk memproduksi susu formula agar bisa mencapai batas ini," jelas Tritscher.

Terkait jagung di Amerika Utara, Codex menargetkan fumonisin. Toksin ini diproduksi oleh jamur yang berkembang pada jagung di ladang. Bisa juga muncul setelah panen, terutama karena kelembapan, penyimpanan yang kurang baik, dan kerusakan akibat serangga.

Fumonisin dapat menyebabkan gagal hati atau ginjal, bahkan mengakibatkan kanker. "Ini kali pertama standar dibuat untuk jenis toksin seperti ini. Karena jagung adalah makanan pokok di banyak negara, penting menentukan batas terkait toksin tersebut demi kesehatan manusia," kata Tritscher.

Seperti diberitakan AFP (16/07/2014), Codex menyarankan maksimal 4 mg fumonisin per kg jagung mentah dan 2 mg per kg tepung jagung.

Codex Alimentarius Commission yang beranggotakan 186 negara adalah pembuat keputusan global tertinggi untuk standar pangan. "Keputusan mereka berdampak besar pada makanan yang kita beli di toko dan yang kita makan," kata Tritscher.

(fit/odi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads