Kerupuk tangguk khas Pamekasan memiliki ukuran sangat besar. Ukuran kerupuk tangguk paling kecil adalah 60 x 40 cm. Itu pun jika belum digoreng. Setelah digoreng, ukuran kerupuk bisa sebesar meja makan. Ada pula kerupuk tangguk berukuran 1x1 m.
Tentu tak mungkin mengonsumsi langsung kerupuk tangguk sendiri. Setiap lembar kerupuk ini nikmat dimakan beramai-ramai.
Kerupuk tangguk dibuat dari sagu hasil perasan singkong yang dikeringkan. Sagu kemudian dimasak diatas tungku api kayu bakar. Setelah bubur sagu masak, dilakukan pencetakan kerupuk diatas daun pisang baru kemudian dijemur. Tangguk siap digoreng dalam wajan dengan diameter lebih dari 1,5 meter. Tiap lembar kerupuk tangguk dihargai Rp 6.000.
Kerupuk tangguk diproduksi secara turun temurun sejak puluhan tahun silam. Meski tak ada sejarah pasti, kerupuk tangguk konon menjadi bekal utama warga Madura selama di perjalanan saat sedang merantau.
Kerupuk tangguk bisa tahan di tempat terbuka tanpa dibungkus selama tiga bulan. Bila melempem, kerupuk tinggal dijemur dan digoreng untuk membuatnya garing kembali.
Besarnya kerupuk juga disinyalir menjadi pelindung kepala dari panas ketika bertani. Sehingga seiring waktu kerupuk tangguk beralih fungsi sebagai pelindung kepala petani menggantikan caping. Itulah mengapa kerupuk dinamakan tangguk atau topi caping petani.
Selain kerupuk tangguk, ada pula kerupuk ikan super jumbo berukuran raksasa. Kerupuk super jumbo memiliki ukuran dengan diameter 40 cm. Bahan untuk membuat kerupuk dari terigu dan ikan ini sama dengan bahan untuk 9 kerupuk kecil serupa, yang digabungkan menjadi satu.
Kerupuk super jumbo diproduksi oleh industri rumahan di daerah Karawang, Jawa Barat. Satu kantong kerupuk seharga Rp 25.000, berisi dua buah kerupuk super jumbo di dalamnya.
(dni/odi)