Sebelum memutuskan menikah, sebaiknya pastikan pasangan Anda memiliki kebiasaan yang sama terkait minuman beralkohol. Apakah Anda sama-sama pemabuk, atau sama sekali tak minum? Pasalnya, menurut sebuah studi, hal ini penting bagi perkawinan Anda.
Peneliti dari University of Buffalo Research Institute on Addictions (RIA) di New York, Amerika Serikat, mengikuti 634 pasangan dari awal menikah hingga usia sembilan tahun perkawinannya. Ternyata, hampir 50% pasangan yang salah satunya pemabuk bercerai.
Sementara itu, jika suami-istri sama-sama peminum berat alkohol, angka perceraiannya sama dengan pasangan yang keduanya bukan pemabuk, yakni 30%. Yang dimaksud dengan 'minum berat' adalah meminum enam atau lebih minuman sekaligus atau minum hingga mabuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan bahwa riset ini memberikan bukti solid untuk mendukung anggapan umum bahwa kebiasaan mabuk suami atau istri dapat menyebabkan perceraian. "Meski sebagian orang sudah memperkirakan kemungkinan tersebut, hanya sedikit data yang mendukung anggapan ini hingga sekarang," kata Leonard.
Peneliti yakin bahwa pasangan pemabuk lebih toleran terhadap pengalaman negatif terkait alkohol karena mereka sendiri melakukannya. Bagaimanapun juga, peneliti memperingatkan bahwa bukan berarti aspek lain dari kehidupan berkeluarga tak terpengaruh alkohol.
"Pasangan pemabuk mungkin tak bercerai, tapi mereka bisa menciptakan iklim yang buruk bagi anak-anak mereka," tegas Leonard.
Peneliti juga menemukan angka perceraian yang sedikit lebih tinggi jika si pemabuk adalah istri, bukan suami. Leonard berpendapat, hal ini bisa terjadi karena sang suami menganggap istri pemabuk tak sesuai dengan peran gender wanita, sehingga menimbulkan konflik.
Bagaimanapun juga, Leonard menegaskan bahwa kasus ini hanya terjadi pada beberapa pasangan yang istrinya pemabuk, sementara suaminya tidak. Temuan ini juga secara statistik tak signifikan.
Studi ini telah mengontrol faktor-faktor seperti penggunaan ganja dan tembakau, depresi, serta status sosioekonomi yang berkaitan dengan ketidakpuasan perkawinan, perpisahan, dan perceraian.
"Kami harap temuan ini berguna bagi para ahli terapi perkawinan dan praktisi kesehatan mental yang meneliti apakah perbedaan kebiasaan minum menyebabkan konflik pada pasangan," tutup Leonard.
(fit/odi)