Dibandingkan Kue-kue Arab, Kue Tradisional Tidak Terlalu Manis

Dibandingkan Kue-kue Arab, Kue Tradisional Tidak Terlalu Manis

- detikFood
Senin, 22 Jul 2013 10:48 WIB
Foto: Detikfood
Jakarta - Kudapan manis menjadi makanan wajib untuk mengawali berbuka puasa. Biasanya, yang menjadi favorit adalah kue-kue manis khas Indonesia seperti bugis dan dadar gulung. Ternyata, rasa manis pada kue tradisional kita belum ada apa-apanya dibanding dessert Arab.

Chef Aboubakr Touraf dari The Ritz-Carlton Doha, Qatar, selama bulan Ramadan ini berada di Jakarta. Iapun bercerita tentang tradisi Ramadan di Timur Tengah dan di negara asalnya, Maroko, saat ditemui Detikfood di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place, Senin (08/07/13) lalu.

Menurutnya, masakan Timur Tengah memiliki rempah yang sama namun berbeda kombinasi. Bahan-bahannyapun mirip, namun cara memasaknya berbeda. "Di Maroko kami tidak makan nasi. Kami biasa membuat sendiri roti sejenis baguette. Sementara itu orang-orang di Timur Tengah makan nasi. Rotinya berupa roti pita," jelas Touraf.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contoh lainnya adalah olahan ikan. Jika di Syria ikan sering disajikan dengan saus tomat, orang Maroko lebih menyukai ikan yang dimasak dengan saus tahini. Tahini adalah pasta wijen yang biasa dijadikan saus cocolan di Afrika Utara, Yunani, Turki, dan Timur Tengah.

"Itu makanan Timur Tengah favorit saya," kata Touraf, merujuk pada saus tahini.

Ternyata tradisi berbuka puasa di Maroko mirip seperti di Indonesia. "Menjelang berbuka puasa, semua orang keluar, berbelanja makanan. Pedagang plastikpun alih profesi jadi penjual makanan di bulan Ramadan," tutur Touraf.

Makanan yang sering dikonsumsi saat berbuka puasa di Maroko adalah sup harira. Sup ini terbuat dari tomat, lentil, dan chickpea dengan bumbu jahe, paprika, dan kayumanis serta beragam herba. Selain itu juga ada kefta tagine, bola-bola daging dengan saus tomat.

Touraf sempat mencicipi beberapa masakan Indonesia. "Saya suka nasi goreng. Saya juga mencoba sambal Bali sampai perut saya sakit," kenangnya sambil tertawa. Kata Touraf, orang Maroko mengenal sambal harissa atau pasta acar cabai. "Mirip chutney dari India, tapi harissa lebih asam sementara chutney lebih manis," jelasnya.

Iapun mempelajari bahwa kebanyakan orang Asia tidak terlalu suka makanan manis. "Dessert Indonesia yang dibilang manis ternyata tidak begitu manis," katanya. Menurutnya, dibanding dessert Asia, kudapan Arab memiliki rasa yang sangat manis. "Bisa sering-sering ke dokter gigi," Touraf berkelakar.

Contohnya adalah sellu, kudapan asal Maroko. Kue ini terbuat dari tepung yang disangrai dan dicampur dengan kacang-kacangan yang sudah digiling. Sebagai pengikat adonan dan penambah rasa adalah madu dan mentega. "Enak disantap saat berbuka puasa dengan segelas teh Maroko (teh hijau dan mint)," ujar Touraf.

Selain itu juga ada awamat, sejenis donat yang dibentuk bola-bola, digoreng, lalu dicelupkan ke madu selagi panas. Kue asal Lebanon ini menyerap madu dan 'meledak' di mulut dengan sirupnya. "Sangat manis. Bisa juga dikocok-kocok dengan kacang setelah dicelupkan ke madu," kata Touraf.

Timur Tengahpun punya puding roti versinya sendiri, yakni om ali. Dessert lembut ini terdiri dari puff pastry, kacang-kacangan, dan krim. "Om ali enak dan sangat mudah dibuat. Lebih creamy dan manis, lebih banyak ragam kacang-kacangannya. Makan ini saja bisa kenyang 3-4 jam," kata Touraf. Ia menyarankan om ali disajikan hangat agar lebih enak.

Saat Idul Fitri, tradisi orang Maroko kurang lebih sama seperti di Indonesia. Setelah salat Ied, mereka berkumpul di rumah untuk sarapan bersama keluarga. Setelah itu, di siang hari, mereka mengunjungi sanak saudara yang paling tua untuk bersilaturahmi.


(fit/odi)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads