Para penikmat wine saat ini mengeluh karena kandungan alkohol dalam wine semakin tinggi. Padahal Laporan dari American Association of Wine Economists tahun 2011 menyatakan bahwa perubahan itu berasal dari mereka sendiri yang sering terpengaruh dari rekomendasi para kritikus wine. Hal ini akhirnya mempengaruhi produksi para penanam anggur.
Rasa dan kadar alkohol wine ditentukan oleh tannin, kandungan polyphenols yang terdapat dalam biji dan kulit anggur. Semakin matang tannin, semakin banyak kandungan gula dalam anggur sehingga kadar alkohol yang dihasilkan saat proses fermentasi juga semakin tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kami memilih tanggal pemetikan anggur berdasarkan rasa anggur, analisis polyphenols, dan total phenolics, yang biasanya mengindikasi kematangan phenolic optimum beberapa hari setelah mencapai kadar gula yang diinginkan,” tutur Christian Seely, managing director of AXA Millesime's wine estates kepada AFP(03/05/2013).
Namun, penikmat wine mengatakan kadar alkohol telah mencapai jumlah berlebihan dan bisa berakibat fatal. Rata-rata wine hanya mengandung 12 persen alkohol. Seiring waktu banyak wine muncul dengan kandungan 14 hingga 15 persen alkohol yang mencapai batas maksimum konsumsi minuman alkohol saat menyetir.
“Kami semua menikmati wine yang seimbang. Tapi saat alkohol sudah mencapai 14-15,5%, Anda tidak mengkonsumsi wine yang seimbang,” tutur Laurent Audeguin, a selection, research and development manager di French Vine and Wine Institute (IFV).
Melihat masalah ini, beberapa produsen wine mulai memasarkan produk wine rendah alkohol dengan harga lebih terjangkau dan dikatakan bermanfaat bagi kesehatan. Di Inggris, pasaran wine rendah alkohol saat ini bernilain 27 juta poundsterling. Semakin berkembang pesat karena adanya pajak alkohol dari pemerintahan dan meningkatnya kesadaran akan kesehatan.
(fit/odi)