Perekonomian halal global kini sudah bernilai sekitar RM 8,4 trilliun. Dari hasil tersebut, sektor makanan halal menyumbang hampir RM 2,5 trilliun.
"Mengingat pada tahun 2030 mendatang, penduduk muslim di seluruh dunia diperkirakan jumlahnya sekitar 27 persen dari populasi global. Sehingga prospek ekonomi halal bisa jadi hal yang sangat menggembirakan," tutur Dato' Sri Mustapa Mohamed, dalam pembukaan World Halal Week di Plenary Hall, Kuala Lumpur Convention Centre, KLCC (31/03).
Kenyataannya, dalam laporan Global Islamic Economy (GIE) tahun 2015-2016, memperkirakan bahwa produk dan gaya hidup halal di pasar internasional akan bernilai sekitar USD 3,7 triliun di tahun 2019.
Selain itu, laporan GIE yang diliris pada akhir 2015 juga menyebutkan bahwa Malaysia sebagai salah satu negara yang paling maju dalam ekonomi syariah.
Malaysia masuk dalam kategori tiga tertinggi dalam hal makanan halal, keuangan syariah dan indikator wisata halal.
Terlepas dari apakah dalam populasi lebih banyak mayoritas atau minoritas muslim. Kini banyak negara yang mengembangkan kekuatan ekonomi melalui pasar halal.
Menurut Mustapa, Jepang, Brazil, Korea, Australia dan New Zealand adalah beberapa contoh dari negara yang menempatkan prioritas promosi halal yang lebih tinggi.
Australia dan Brazil telah membangun seluruh industri berbasis makanan untuk menjadikan mereka menjadi salah satu pemasok makanan halal ke pasar Timur Tengah.
Jepang dengan agresif memperkenalkan dan juga memperluas ekspor "Made in Japan" produk dan jasa halal untuk pasar Muslim. Peningkatan minat wisata muslim juga mendorong Jepang berusaha mencari sertifikat halal untuk produk-produk mereka.
Di ASEAN, sertifikat halal diakui sebagai yang memiliki potensi untuk menunjang pertumbuhan mesin ekonomi lokal.
Malaysia, Indonesia, Thailand, Brunei, Singapore dan Filipina telah menempatkan sejumlah inisiatif pemerintah untuk produk halal agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
(adr/odi)