Auditor halal berperan penting dalam proses sertifikasi. Karena itu pemeriksa halal harus memiliki Sertifikat Kompetensi sebagai bukti kemampuannya.
Menurut Undang-undang (UU) No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) ada dua pelaku halal. Pertama, auditor halal dari lembaga pemeriksa halal. Kedua, penyelia halal dari perusahaan pemilik sertifikat halal yang disebut Auditor Halal Internal (AHI) oleh LPPOM MUI.
Dalam UU JPH disebutkan bahwa kedua profesi tersebut harus memiliki kompetensi atau kemampuan dalam pekerjaan. Pembuktiannya melalui Sertifikat Kompetensi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SKKNI ini menjadi acuan standar kompetensi atau kemampuan yang harus dimiliki dalam bidang profesi yang dilakukan. Misalnya mampu menyusun atau membuat Manual Sistim Jaminan Halal (SJH), mampu mengimplementasikan SJH yang telah disusun itu, dengan berbagai aspeknya," ucap Nur Wahid, seperti dilansir dari halalmui.org (16/12).
Di hadapan 47 peserta pelatihan ia mengatakan bahwa untuk mendapat Sertifikasi Kompetensi bidang halal itu perlu ada pengujian oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Jika berhasil lulus ujian dan memenuhi seluruh persyaratan, baru bisa mendapat Sertifikat Kompetensi. Sehingga tidak semua orang bisa diangkat atau dinyatakan sebagai auditor halal.
Sementara bagi Auditor Halal Internal perusahaan yang sudah mendapat Sertifikat Halal MUI, LPPOM MUI memberi syarat dan membekali AHI dengan Pelatihan SJH. Pelatihan yang sudah menjadi agenda rutin LPPOM MUI ini dilakukan juga pada perusahaan yang baru mengajukan proses untuk Sertifikasi Halal.
Lebih lanjut lagi disebutkan jika SKKNI telah dikukuhkan pemberlakuannya maka Pelatihan SJH akan menjadi satu prasyarat bagi seorang AHI untuk menjadi penyelia halal di perusahaan.
Dalam rancangan penyusunan SKKNI itu dikatakan bahwa salah satu persyaratan mendapat Sertifikat Kompetensi bidang halal yaitu harus mengikuti dan lulus Pelatihan SJH. Hal ini sejalan dengan aturan yang ditetapkan dalam UU JPH.
(msa/odi)