Proses sertifikasi halal oleh Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) kurang lebih sama dengan proses di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Menurut Direktur JAKIM Datuk Othman Mustapha, awalnya pemilik usaha mengajukan sertifikasi halal lewat sistem e-Halal. Mereka harus melaporkan seluruh bahan yang digunakan, siapa pemasok bahan tersebut, dan apakah si pemasok sudah memperoleh sertifikat halal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, audit juga dilaksanakan di pabrik pengolahan untuk memastikan aspek halal dipatuhi. "Bahan akan dicek apakah sudah dilaporkan, di antaranya melalui faktur pembelian. Proses produksi juga ditekankan, termasuk alur pengolahan, peralatan, serta kebersihan lingkungan dan pekerja," ujar Mustapha.
JAKIM telah mewajibkan perusahaan multinasional menerapkan sistem jaminan halal atau menunjuk auditor internal untuk mengawasi proses produksi. Auditor harus memastikan prosesnya sesuai dengan persyaratan halal.
"Baru-baru ini kami sepakat bahwa perusahaan harus melakukan pengawasan sendiri dengan mengirimkan sampel bahan ke laboratorium terakreditasi," kata Mustapha.
Setelah sertifikat halal keluar, inspeksi mendadak (sidak) dilakukan di pabrik minimal setahun sekali. Untuk perusahaan di sektor tinggi risiko seperti produk berbahan daging, lemak, dan rumah potong hewan serta perusahaan tanpa sistem jaminan halal atau auditor internal, sidak akan dilaksanakan beberapa kali setahun.
Jika ada keluhan dari masyarakat, JAKIM bersama lembaga berwenang seperti Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi, dan Konsumerisme, Kementerian Kesehatan, Departemen Kesehatan Hewan, Bea Cukai, dan badan setempat akan menggelar sidak.
Menurut Mustapha, pelanggaran kecil akan diberi peringatan. Namun jika pelanggarannya besar, sertifikasi halal bisa ditarik.
Kasus Cadbury
Pertentangan hasil uji lab Kementerian Kesehatan dan Departemen Kimia Malaysia membagi masyarakat dalam dua kubu. Beberapa lembaga swadaya masyarakat melaporkan Menteri Departemen Hubungan Islam Datuk Seri Jamil Khir Baharom yang mengumumkan temuan DNA babi pada Cadbury ke polisi.
Di lain pihak, sebagian masyarakat menuduh JAKIM korupsi. "Misconduct hampir tak mungkin. Jika melibatkan suap, dalam level apa? Proses atau audit? Mereka tak terlibat dalam pembuatan keputusan," jelas Mustapha.
Kepada Malaysia Chronicle (06/06/2014), ia juga menekankan bahwa JAKIM melakukan seluruh proses sertifikasi sendiri, bukan dengan outsource, untuk menjamin integritasnya.
Menurut Mustapha, Departemen Kimia telah diakreditasi Departemen Standar Malaysia berdasarkan Standard MS ISO/IEC 17025: 2005 untuk uji DNA. Laboratoriumnyapun telah ditetapkan sebagai lab pangan kompeten untuk melaksanakan analisis pangan.
Sementara itu, kata Mustapha, laboratorium Kementerian Kesehatan telah diakreditasi Departemen Standar Malaysia untuk menguji produk berbahan daging dan seafood, bukan makanan olahan.
Ia juga menuding tes yang dilakukan Kementerian Kesehatan hanya berdasarkan sampel di pasar yang bisa saja terkontaminasi. Seharusnya sampel makanan berasal dari pabrik, mulai dari awal proses produksi dengan memperhitungkan bahan mentah, alur pengolahan, penyimpanan, serta mesin dan alat yang digunakan.
"Analisis untuk menentukan status halal atau haram tidaklah gampang. Masyarakat mungkin berpikir caranya mudah, tinggal letakkan sampel di bawah mikroskop dan lihat keberadaan DNA tersebut. Padahal, prosesnya sangat teknis serta memerlukan observasi dari jarak dekat dan prosedur yang ketat untuk memastikan tak ada yang luput dari pemeriksaan," kata Mustapha.
(fit/odi)