Pewarna dari Serangga, Halalkah?

Pewarna dari Serangga, Halalkah?

- detikFood
Senin, 09 Mei 2011 17:30 WIB
Jakarta - Zat pewarna memang seringkali dipakai dalam pembuatan bahan makanan. Sejak dulu zat pewarna selalu menjadi perhatian, sebab terkadang dibuat dari bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Salah satu zat pewarna adalah Cochineal yaitu zat pewarna dari serangga. Yuk, telusuri kehalalannya!

Banyaknya zat pewarna yang dibuat dan dipakai di dunia industri memang harus membuat kita teliti dalam memilih. Salah satu zat pewarna yang kerap jadi perhatiaan akhir-akhir ini adalah Cochineal - zat pewarna dari bahan serangga. Bahan pewarna tersebut banyak ditemui di kawasan Amerika Selatan dan Meksiko.

Selain sebagai pewarna untuk pangan, industri disana banyak menggunakannya untuk produk obat-obatan dan juga kosmetika. Bagaimana dampaknya bagi kaum muslim? Oleh karena itu para ulama yang terhimpun di Komisi Fatwa MUI pada sidang 4 Mei 2011 yang lalu telah membahas rancangan ketetapan hukum zat pewarna Cochineal tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di kalangan ahli fiqih, penggunaan serangga sebagai bahan pewarna ada yang membolehkan tetapi ada pula yang mengharamkan. Menurut Madzhab Syafi'i, pemanfaatan serangga untuk bahan konsumsi hukumnya haram. Dengan demikian, zat pewarna yang diambil dan dibuat dari yang haram, maka hukumnya haram pula. Sehingga dari pendapat Madzhab ini, produk pangan, obat-obatan dan kosmetika yang menggunakan zat pewarna dari Cochineal ini menjadi haram pula dikonsumsi umat.

Serangga sendiri menghasilkan Asam Carminic sampai 17-24% dari bobot tubuhnya yang dapat diekstraksi dan dibuat pewarna carmine untuk produk konsumsi. Dalam pandangan Imam Syafi'i dan Abu Hanifah, serangga itu hukumnya haram. Sebab ia termasuk Khabaits (hewan yang menjijikkan), sejalan dengan kandungan ayat yang artinya: β€œ... Dan ia (Rosul) mengharamkan yang khabaits/menjijikkan." (Q.S. 7:157).

Namun Imam madzhab yang lain, menetapkan hukum yang berbeda, karena landasan dan tinjauannya masing-masing. Dalam kitab-kitab Fiqh, serangga itu disebut Hasyarat. Binatang ini ada yang darahnya mengalir (Laha damun sailun), dan ada pula yang darahnya tidak mengalir (Laisa laha damun sailun). Menurut para Fuqoha (para ahli Fiqih), serangga yang darahnya mengalir, maka bangkainya adalah najis, sedangkan yang darahnya tidak mengalir, bangkainya dinyatakan suci.

Adapun Imam Malik, Ibn Abi Layla dan Auza'i berpendapat, serangga itu halal selama tidak membahayakan. Dan Cochineal adalah jenis serangga yang tidak membahayakan. Dengan demikian, maka menurut pandangan para Imam ini, zat pewarna yang dihasilkan dari Cochineal hukumnya halal, sehingga dapat dipergunakan untuk pewarna produk konsumsi. Para ulama Fiqh juga sepakat, bangkai serangga yang darahnya tidak mengalir itu suci. Dengan demikian, pemanfaatan serangga Cochineal tersebut jelas tidak ada masalah.

Lebih lanjut lagi, sebagian ulama memandang, Cochineal itu termasuk jenis belalang, dan Fuqoha juga telah sepakat bahwa belalang hukumnya halal berdasarkan ketetapan dari Hadits Nabi saw. Dengan pandangan-pandangan yang demikian, Sidang Komisi Fatwa MUI tersebut telah menyusun rancangan fatwa yang akan dibahas dalam Rapat Pleno Komisi Fatwa, untuk kemudian menetapkan fatwanya secara final.

(Sumber: LPPOM MUI)

(dev/Odi)

Hide Ads