Mbah Lindu konon sudah berjualan gudeg saat zaman penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1940. Kala itu ia berusia sekitar 13 tahun. Foto: Detikfood
Dahulu ia menjajakan gudeg dengan berjalan kaki, dari rumah di daerah UGM sampai kawasan Sosrowijayan. Mbah Lindu menawarkan gudeg dari rumah ke rumah. Foto: detikcom
Melihat sosok Mbah Lindu meracik gudeg jadi pemandangan istimewa bagi pengunjung. Meski sudah tua, ia masih cekatan melayani tiap pesanan pembeli. Foto: Lusiana/detikfood
Ciri khas gudeg Mbah Lindu adalah rasa gudegnya tidak terlalu manis dan kreceknya spesial. Semua komponen gudeg masih dimasak dengan cara tradisional menggunakan api kayu bakar. Foto: Detikfood
Mbah Lindu meninggal dalam usia 100 tahun pada Minggu, 12 Juli 2020. Ia dikenang oleh pembeli sebagai seseorang yang penuh dedikasi dalam menyajikan gudeg nikmat. Foto: Instagram ericekos
Selama lebih dari 80 tahun, Mbah Lindu memastikan gudeg yang disajikan kepada pelanggan istimewa. Ia tak segan-segan turun langsung ke dapur. Foto: YouTube Lumixindonesia
Diakui pakar kuliner Indonesia, William Wongso, sosok Mbah Lindu seharusnya diakui Guinness World of Record. Sebab semasa hidup hingga mencapai usia lebih dari 90 tahun, dirinya masih setia jualan satu makanan. Foto: YouTube Lumixindonesia
Ciri khas Mbah Lindu saat meracik gudeg adalah menggunakan tangan telanjang. Banyak pembeli merasa inilah kunci kelezatan racikan Mbah Lindu. Foto: Instagram alejenes
Kini usaha Gudeg Mbok Lindu dikelola oleh generasi kedua, Ratia yang merupakan anak ketiga Mbah Lindu. Warungnya ada di Jalan Sosrowijayan No 41-43, Sosromenduran, Gedong Tengen. Foto: Mahendra Lavidavayastama/detikJogja
Harga seporsi nasi gudeg mulai dari Rp 15 ribuan hingga Rp 55 ribuan, tergantung lauk. Pilihannya ada tempe, tahu, telur, ayam suwir, dada, paha, sayap, dan sebagainya. Foto: (baciritaa/d'Traveler)