Slurrp! Segarnya Racikan Kopi Khas Bogor dari Toko Kopi Berusia 1 Abad

Toko Kopi Bah Sipit
Jalan-jalan ke Bogor jangan lupa menyambangi Toko Kopi Cap Kacamata Bah Sipit. Kedai kopi yang berada di dalam bangunan tua ini berusia hampir 1 abad. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Deretan biji kopinya dipersilahkan untuk dihirup aromanya terlebih dahulu oleh para pengunjung. Sehingga pengunjung juga lebih mudah menentukan biji kopi yang hendak dinikmati. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Ada setidaknya 9 jenis biji kopi yang diambil langsung dari petani lokal. Konsep kedai kopi ini ialah mempertahankan keaslian kopi secara tradisional dengan kemasan yang mulai modern. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Jauh sebelum menjadi sebuah kedai, Bah Sipit mendirikan toko kopi bubuk. Saat itu masih tahun 1925 dan ia pertama kali menyajikan kopi segar untuk tentara Barisan Keamanan Rakyat di Bogor. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Kini kopinya tak hanya bisa dibeli dalam bentuk bubuk saja. Melainkan juga bisa diseduh langsung dengan metode pour over V60. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Ada dua menu yang kami pesan saat datang ke sini. Yaitu robusta dan arabika Bogor yang disajikan dengan metode V60 dalam kondisi dingin. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Kopi robustanya sendiri memiliki rasa yang kuat dan pekat. Proses sangrai sampai tingkat dark roast menjadi alasan rasa pahitnya begitu menonjol pada rongga mulut. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Sementara jenis arabika Bogornya memiliki semburat rasa masam fruity khas rabika. Namun karena memiliki tingkat sangrai dark roast sehingga rasa pahitnya juga tak kalah mendominasi. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Pelanggan yang ingin sekadar mencicipinya dan membawa pulang di rumah juga dapat membeli kopi bubuk kemasan kecil. Harganya hanya dibanderol mulai dari Rp 1.500an saja per bungkus. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Toko Kopi Bah Sipit
Ada dua jenis kopi kemasan yang dapat dibeli. Baik kopi hitam murni maupun kopi 2in1 yang sudah dilengkapi dengan gula tambahan di dalamnya. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Jalan-jalan ke Bogor jangan lupa menyambangi Toko Kopi Cap Kacamata Bah Sipit. Kedai kopi yang berada di dalam bangunan tua ini berusia hampir 1 abad. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Deretan biji kopinya dipersilahkan untuk dihirup aromanya terlebih dahulu oleh para pengunjung. Sehingga pengunjung juga lebih mudah menentukan biji kopi yang hendak dinikmati. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Ada setidaknya 9 jenis biji kopi yang diambil langsung dari petani lokal. Konsep kedai kopi ini ialah mempertahankan keaslian kopi secara tradisional dengan kemasan yang mulai modern. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Jauh sebelum menjadi sebuah kedai, Bah Sipit mendirikan toko kopi bubuk. Saat itu masih tahun 1925 dan ia pertama kali menyajikan kopi segar untuk tentara Barisan Keamanan Rakyat di Bogor. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Kini kopinya tak hanya bisa dibeli dalam bentuk bubuk saja. Melainkan juga bisa diseduh langsung dengan metode pour over V60. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Ada dua menu yang kami pesan saat datang ke sini. Yaitu robusta dan arabika Bogor yang disajikan dengan metode V60 dalam kondisi dingin. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Kopi robustanya sendiri memiliki rasa yang kuat dan pekat. Proses sangrai sampai tingkat dark roast menjadi alasan rasa pahitnya begitu menonjol pada rongga mulut. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Sementara jenis arabika Bogornya memiliki semburat rasa masam fruity khas rabika. Namun karena memiliki tingkat sangrai dark roast sehingga rasa pahitnya juga tak kalah mendominasi. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Pelanggan yang ingin sekadar mencicipinya dan membawa pulang di rumah juga dapat membeli kopi bubuk kemasan kecil. Harganya hanya dibanderol mulai dari Rp 1.500an saja per bungkus. Foto: detikcom/Diah Afrilian
Ada dua jenis kopi kemasan yang dapat dibeli. Baik kopi hitam murni maupun kopi 2in1 yang sudah dilengkapi dengan gula tambahan di dalamnya. Foto: detikcom/Diah Afrilian