Tidak heran bila di masa lalu Pemerintah Hindia-Belanda pernah membuat rencana untuk memindahkan ibu kota ke Bandung. Pikiran dan rencana itu masih dapat kita lihat "jejak-jejak"-nya, seperti misalnya Gedung Sate sebagai pusat pemerintahan yang besar, megah, dan anggun.
De Vlugge Vier - referensi terhadap empat pemberangkatan keretapi Jakarta-Bandung-Jakarta setiap hari - juga merupakan salah satu bagian dari rencana pemindahan ibukota ke Bandung. Di masa modern pun rute keretapi ini pernah populer ketika sebagian besar masyarakat mengandalkan KA Pajajaran (kelas bisnis dan eksekutif) sebagai layanan keretapi Jakarta-Bandung Jakarta. Kejayaan rute keretapi ini pudar setelah jalan tol Cipularang dibuka pada tahun 2005. Kini Pajajaran tinggal sejarah. Hanya rangkaian kereta kelas eksekutif Argo Gede yang masih setia melayani jalur yang sungguh scenic ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hawanya yang sejuk tentu saja merupakan "modal" yang penting untuk mengembangkan kreativitas kuliner di bidang jajanan, makanan, maupun minuman. Dari segi kuliner, seperti juga berlaku di bidang mode atau fesyen, Bandung selalu menjadi trendsetter. Banyak jajanan maupun makanan yang dikreasikan di Bandung, kemudian populer di seantero Nusantara. Contohnya adalah orang Bangka yang mulai berjualan martabak manis (aslinya bernama hok lo pan, juga populer dengan sebutan martabak pangkalpinang atau kue terang bulan) di Bandung, kemudian jajanan ini populer di seluruh Indonesia.
Pada akhir pekan dan saat-saat liburan, Bandung ”meledak” oleh kunjungan orang-orang Jakarta ke Kota Kembang ini. Tidak heran bila beberapa rumah makan besar justru hanya buka pada hari-hari Jumat-Sabtu-Minggu dan hari-hari libur nasional.
Wilujeng sumping! Bandung, mah, hebring harebring pisan!
(Terima kasih untuk Sienny Lauw, anggota Komunitas Jalansutra di Bandung yang telah membaca/mengoreksi/menambah informasi Bandung Mak Nyuss ini)
(dev/Odi)