Jepang mengenal teh berdasarkan pembudidayaannya. Salah satunya Open-air Tea Field (roten en). Teh yang termasuk kategori ini seperti asamushi sencha, fukamushi sencha, kamairi sencha, bancha, dan tamaryokucha.
Dalam Japanese Tea Class, ahli teh Ratna Soemantri mengajak peserta mencicip sekitar 9 jenis teh hijau Jepang berkualitas. Beberapa diantaranya merupakan Sincha (teh yang dipetik pada periode pertama tahun baru) dari sencha yang dibudidaya roten en.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ratna memakai kyushu atau teko Jepang khusus berbahan tanah liat. Alat tersebut paling tepat untuk menyeduh teh Jepang karena lebih banyak menyerap air. Untuk penyeduhan, teh Jepang dimasukkan ke kyushu. Kemudian tuang air dengan suhu tertentu. Teko lalu ditutup dan nantinya teh disaring.
Perkenalan teh hijau Jepang ini dimulai dari fukamushi sencha asal Kagoshima. Sencha jenis fukamushi produksinya melalui proses steaming lebih lama. Sehingga rasanya cenderung lebih pahit, kuat dan warnanya hijau. Daun teh jenis fukamushi yang diseduh dengan panas 70 derajat Celcius jadi tampak lebih hancur.
![]() |
Selanjutnya peserta mencoba tamaryokucha jenis asamushi yang hanya ada di Prefektur Saga. Proses steaming asamushi sencha ini lebih cepat dibanding fukamushi. Hanya 20-30 detik. Dari bentuknya, daun teh lebih keriting. Warna tehnya hijau kekuningan dan rasanya lebih ringan.
Ratna menyebut rasa sencha hasil steaming seperti sayuran rebus. Prosesnya juga membuat teh kehijauan. Teh ketiga yang dicoba yaitu kamairicha. Hasil teh berwarna lebih gelap. Jenis teh hijau asal Kyushu ini hanya ada 5% dari produksi teh di Jepang. Terdapat di Ureshino dan Gokase.
"Teh ini tidak diproses steaming tapi pan fired atau sangrai. Seperti proses teh China. Ini teh kesukaan saya karena ada aroma nutty hasil pan fired," tuturnya.
![]() |
Selain Open-air Tea Field, ada budidaya tanaman teh yang ditutup kasa (jaring-jaring). Ini disebut Shading Tea Field (Ooshita en). Terbagi jadi dual shading dan single shading.
Proses penutupan dilakukan untuk mengurangi asupan matahari pada teh. Warna tehnya lebih hijau karena klorofil yang tinggi. Contohnya tencha (matcha), gyokuro dan kabuse-cha.
Tentunya peserta juga bisa mencoba teh kategori ini. Kabuse-cha jadi yang pertama dicoba dari jenis Ooshita en. Proses penutupan (shading) yang tidak lama membuat rasa kabuse-cha lebih lembut dan mellow. Jika orang suka rasa tajam biasanya tidak memilih teh ini.
Beranjak dari kabuse-cha, ada gyokuro yang disebut juga "embun giok". Harganya terkenal mahal. Satu kilogram teh ini harganya bisa sekitar Rp 10 juta. "Teh gyokuro warna hijaunya beda. Deep, emerald, shiny, seperti jade. Bagus karena double shade," sebut Ratna.
![]() |
Gyokuro biasa dibuat dalam teko berukuran kecil. Sekitar 8 gr teh hanya diberi 115-120 ml air. Sementara suhu air lebih rendah, berkisar 50-55 derajat Celcius.
"Semakin tinggi grade gyokuro, suhu air harus lebih rendah. Kalau suhu air nggak rendah, rasanya pahit," jelas Ratna. Bila air masih diatas panas yang disarankan maka akan ditaruh dalam wadah bernama yuzamashi. Fungsinya untuk menurunkan suhu air.
Menurut Ratna, minum gyokuro bisa membuat kenyang. Rasanya begitu umami seperti minum kaldu. Selain teh hijau single origin (tanpa campuran apapun), masih ada jenis teh lainnya yang dicoba dalam cooking class. Ikuti terus di detikfood! (msa/odi)