"Saya benar-benar kaget dan tak menyangka menerima penghargaan ini," demikian komentar pria berusia 60 tahun yang bernama lengkap William Wirjaatmadja Wongso ini. Badan Nasional Sertifikasi Profesi memberikan pada saat yang tepat, menjelang peringatan 63 tahun kemerdekaan RI. Penghargaan ini seolah melengkapi kiprahnya yang tak ada henti mempromosikan makanan Indonesia melalui berbagai jalur.
Sudah tahun ketiga ia menjadi Culinary Advisor maskapai penerbangan Garuda Indonesia dengan tugas utama mengawasi kualitas makanan disajikan maskapai ini. Acara rutin berkeliling nusantara terus ia lakukan untuk mengisi acara 'Cooking Adventure with William Wongso' di sebuah stasiun TV. Belum lagi undangan khusus dari berbagai kalangan di dunia untuk menggelar jamuan makan Indonesia dengan kualitas internasional. Menjadi juri, pembicara dan konsultan tentang kuliner Indonesia juga memadati jadwal hariannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para icon inilah yang kemudian diajak untuk memperkenalkan keunikan kuliner daerah masing-masing. Seperti Acil Ainun dari Samarinda dan Nur Emil dari Bangka yang diajaknya mempromosikan hidangan daerahnya di hotel The Ritz-Carlton Jakarta minggu-minggu ini.
Pria yang juga ayah dari 2 putri dan kakek dari seorang cucu ini, awalnya bercita-cita menapaki karir di bidang film dan fotografi seperti ayahnya. Namun, keahlian sang ayah dalam memasak juga menumbuhkan minatnya untuk mencintai dunia kuliner. Sulung dari tiga bersaudara ini memang tak tanggung-tanggung dalam belajar. Bukan melalui pendidikan formal tetapi melalui kunjungan ke negara asal, berinteraksi dengan ahlinya hingga mencicipi beragam makanan di tempat asalnya.
Diawali dengan menjadi pengamat di East Sydney Technical College on Baking Program, mengikuti hands on professional training for Bakery, Pastry, Chocolate & Ice Cream di Belanda, Jerman, Prancis dan Italia. Juga mengikuti 'Sommelier Program' di University of California dan Culinary Art of France di California dan berbagai kursus dan kunjungan khusus lainnya.
Penghargaan dan jabatan penting di bidang kuliner bertaraf internasional yang diterimanya pun tak terhitung lagi. Misalnya, sebagai President Chaine des Rotisseurs Indonesia Chapter (1986-1993), sebuah asosiasi gourmet internasional yang bermarkas di Paris, dan President International Wine & Food Society Cabang Jakarta (1991-1994).
Dari berbagai kunjungan ke daerah-daerah hingga ke mancanegara membuatnya makin terobsesi untuk memajukan kuliner Indonesia. "Konflik yang selalu muncul dalam diri saya adalah tidak banyak usaha yang dilakukan untuk melestarikan tradisi seni kuliner kita. Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Cina dan Jepang, Indonesia sangat jauh tertinggal. Makanan untuk mereka adalah kebanggaan bangsa," jelasnya.
Dalam perjalanan mengunjungi daerah-daerah di Indonesia itulah pria yang tak mau pensiun ini menemukan 'mutiara kuliner' yang membuatnya makin bersemangat dalam mempromosikan hidangan Indonesia. Melalui berbagai hubungan lokal dan global yang dimilikinya, dalam tiap kesempatan makanan Indonesia selalu ditampilkan dalam kualitas terbaik.
Ada tiga target yang ingin dicapainya. Pertama, melalui makanan daerah ia ingin membuka mata pemerindah daerah bahwa kekayaan kuliner daerah merupakan aset promosi yang bagus. Kedua, cita rasa otentik harus bisa tersebar ke banyak orang. "Mengapa kita bisa mendatangkan keju paling enak dari Prancis tapi tak mampu menghadirkan terasi terenak dari Bangka?" tegasnya.
Istana Presiden juga harus memiliki dapur istana yang dikelola oleh ahli-ahli masakan daerah sehingga setiap saat bisa menggelar jamuan makanan Indonesia yang enak. Targetnya yang terakhir, para juru masak Indonesia harus memiliki kompetensi untuk memasak makanan daerah dengan standard keaslian daerah sehingga makanan daerah tidak akan punah dan bisa tersaji dalam cita rasa otentik.
Mengenai obsesinya terhadap makanan Indonesia, ia menyatakan "Sebenarnya bukan hanya untuk meningkatkan apresiasi makanan Indonesia di kota besar tetapi juga meningkatkan kebanggaan lokal. Sudah 60 tahun lebih merdeka tetapi kita tidak punya menu nasional pilihan."Â (dev/Odi)