Salah satu dari yang sedikit itu adalah Gulai Itiak Lado Mudo. Dalam bahasa Indonesia: Gulai Itik atau Gulai Bebek Cabe Hijau. Ini adalah masakan khas dari Kotogadang, dekat Bukittinggi, Sumatra Barat.
Di Kotogadang, pada awalnya, gulai bebek ini hanya muncul sebagai hidangan istimewa pada Hari Raya Idul Fitri. Gulainya tidak disantap dengan nasi, melainkan dengan katupek katan (ketupat dari ketan yang dimasak dengan santan). Hmm, lamak bana!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena daging bebek dikenal lebih liat dibanding daging ayam, maka proses memasaknya akan menentukan apakah nanti hasilnya adalah daging bebek yang empuk dan lembut. Pemasakannya dilakukan dua tingkat. Yang pertama adalah dengan cara membakar (tepatnya mengasap) bebek di atas bara arang. Jarak antara sumber panas dan bebek harus cukup jauh agar tidak menjadi hangus. Cara ini akan membakar semua bulu halus bebek, selain juga mulai mematangkan dagingnya pelan-pelan agar tetap empuk.
Setelah pengasapan, bebek dicampur dengan semua bumbu yang sudah dihaluskan, dan proses memasak pun dilanjutkan di dalam kuali. Dengan api yang kecil dan pemasakan yang cukup lama, bumbu-bumbu akan meresap ke dalam serat-serat daging bebek.
Di Jakarta, cukup banyak penjual makanan ini – dan tersedia setiap hari – khususnya di lepau-lepau yang berderet di sepanjang Jalan Kramat Raya. Mereka umumnya adalah penjual nasi kapau. Di Bukittinggi, menurut saya, yang terbaik adalah dari RM Ngarai. Lokasinya memang di Lembah Ngarai nan indah itu. Jadi, sambil menyelam minum air. Sambil bertamasya ke Lembah Ngarai, menyantap Gulai Itiak Lado Mudo nan lamak bana. Onde mande!
Sekalipun namanya gulai, tetapi Gulai Itiak Lado Mudo ini sama sekali tak bersantan. Minyak yang tampak pada masakan adalah sisa lemak itik yang mencair selama proses pemasakan. Dengan cabe hijau dan bumbu-bumbu lain, menguarlah aroma yang sungguh membuat kita selalu terkenang dan mendambakan masakan istimewa yang satu ini.
Karena proses pembuatannya yang cukup intensif, Gulai Itiak Lado Mudo dapat dibuat sekaligus banyak, kemudian dibekukan dan disimpan dalam freezer. Tinggal dikukus kembali bila ingin disantap kapan saja. Soalnya, Bukittinggi kan jauh di mato? Jangan sampai menetes air liur karena damba tak sampai.
(dev/Odi)