OK-lah, sementara ini kita terima saja dulu. Bagi kita warga Indonesia, rendang padang adalah lauk paling populer yang disukai segenap masyarakat. Secara garis besar, rendang padang adalah gulai daging sapi yang terus dimasak sampai terkaramelisasi. Semua cairan menguap, tinggal bumbu pekat yang harum dan lemak nian. Sementara dagingnya telah menjadi empuk sekalipun tetap bertekstur. Karena itu saya sangat setuju dengan nomenklatur dalam bahasa Inggris – caramelized beef curry – seperti yang selalu di-advokasi oleh William W. Wongso. Artinya, bila belum terkaramelisasi – seperti: kalio – belum boleh disebut rendang.
Rendang tidak selalu dibuat dari daging sapi. Masakan khas kapau, misalnya, mengenal rendang ayam. Di Payakumbuh banyak dijual rendang telur sebagai oleh-oleh. Ada juga rendang jaring (jengkol) yang sebetulnya masih merupakan kalio. Rendang daging sapi orang Kapau juga unik, karena biasanya ditambahi kacang merah, atau potongan kecil singkong goreng, atau kentang kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penamaan rendang padang secara lengkap harus pula mulai kita gunakan secara disiplin. Ada Soto Madura, Pindang Kudus, dan Pecel Madiun, maka rendang yang berasal dari masakan Minang perlu dinamai secara lengkap menjadi: rendang padang. Dengan demikian kita dapat membentengi kuliner pusaka ini dari klaim negara lain yang juga mengaku punya rendang.
Rendang memang nikmatnya disantap dengan nasi panas. Tetapi, mereka yang sedang mengurangi konsumsi karbohidrat tetap bisa menikmati lemaknya rendang dengan daun singkong rebus. Rendang juga sangat padan disantap dengan baguette (roti Prancis), bahkan juga dengan roti tawar. Di Bandung ada gerai pizza yang membuat rendang pizza. Lamak bana!
Belakangan ini rendang kian populer sebagai ikon kuliner Indonesia. Beberapa rendang sudah pula dipasarkan sebagai branded product, seperti: William Wongso Series, Rendang Uni Farah, Rajo Randang, dan sebagainya. Rendang dari William Wongso Series bahkan menampilkan rendang premium dari daging Wagyu.
(dev/Odi)