Masakan khas Luwu yang sekarang mulai keluar kandang adalah kapurung, semacam sayur asam dengan bola-bola sagu di dalamnya. Sepintas, penampilannya kurang menarik. Rebusan kacang panjang, bayam, kangkung, jantung pisang, dan terong, tampak pucat. Mungkin hanya beberapa ekor udang saja yang menampilkan warna dan bentuk menyenangkan. Tetapi, aromanya sungguh menggoda, yaitu aroma kaldu ikan dan kecombrang (= honje = kincung). Aroma memukau ini mengawal citarasa yang tidak kalah indah. Ada usapan rasa asam, gurih, dan kaldu ikan yang amat lembut.
Secara umum, kapurung barangkali dapat disetarakan dengan papeda di Kepulauan Maluku dan Papua. Keduanya sama-sama memakai unsur baku sagu dan ikan, dengan rasa asam yang menonjol, dan sama-sama merupakan sajian rakyat yang sangat populer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Orang Luwuk sangat serius dengan tradisi onyop. Konon, kalau makan onyop orang tidak boleh tertawa. Bila adat ini dilanggar, bakal disambar petir. Menurut saya, aturan ini erat kaitannya dengan tekstur dan ukuran bola-bola sagu. Kalau makan sambal ketawa-ketiwi, bisa tersedak, dan bola sagu itu tersangkut di tenggorokan. Analogi yang sama telah terjadi di Jepang. Beberapa anak tewas karena tersedak ketika makan agar-agar dari konnyaku. Akibatnya, konnyaku jelly dilarang dijual untuk umum.
Di Makassar ada sebuah rumah makan yang menyandang nama Aroma Luwu. Rumah makan ini memang sengaja menampilkan hanya masakan khas Luwu, seperti: kapurung, ikan parede, barobbo (bubur jagung), lawa jantung pisang (ikan mentah dan jantung pisang kukus), bolu (bandeng) goreng, dan lain-lain.
Harus saya akui, RM Aroma Luwu berhasil melakukan penyempurnaan, adaptasi, serta standarisasi terhadap masakan khas Luwu, sehingga dapat disukai masyarakat luas. Aroma Luwu berhasil menjadi trendsetter yang baik dalam memopulerkan makanan tradisional.
Misalnya, karena kapurung secara adat tidak standar – boleh pakai kaldu ayam, kaldu sapi, atau kaldu ikan – maka Aroma Luwu men-standar-kan penggunaan kaldu ikan. Untuk menghasilkan rasa asam, di sini juga distandarkan penggunaan asam patikal (dari buah tanaman kecombrang) – bukan asam jawa ataupun jeruk nipis. Di Luwu juga tidak ada trasi, tapi RM Aroma Luwu sengaja menambahkan sedikit trasi untuk memberi "tendangan" yang mantap.
Bagi saya, kapurung di RM Aroma Luwu mempunyai kemiripan dengan asam laksa dari Penang – khususnya karena citarasa dan aroma ikan dan kecombrang yang sangat menonjol. Kaldu ikannya cukup kental (hasil perebusan ikan yang lama, sampai hancur), dan aroma asam patikala yang khas mengimbangi aroma ikan laut dengan cantiknya. Kapurung – khususnya setelah dipedaskan dengan sambal – juga punya sedikit kemiripan dengan tom yam dari Thailand.
(dev/dev)