Di Sukabumi kamu dapat menemukan kuliner legendaris, salah satunya sop kaki sapi buatan Warung Nasi Haji Mamad. Tempat makan ini sudah ada sejak 1959 lho!
Jalan-jalan atau melintas di Sukabumi jangan lewatkan cicip kuliner legendarisnya yang nikmat. Penggemar sop kaki sapi wajib mampir ke Warung Nasi Haji Mamad yang ada di kawasan pertokoan Cibadak.
Tempat makannya sederhana dan hanya dapat menampung 11 orang, tapi tak menyurutkan niat pengunjung untuk santap di sini. Warung Nasi Haji Mamad sudah ada sejak 1959, berawal dari dijajakan berkeliling dengan pikulan.
Kini usaha Warung Nasi Haji Mamad dijalani oleh anak bungsunya. Ia masih mempertahankan resep asli pembuatan sop kaki sapi ini sehingga cita rasanya tidak berubah.
"Rasanya sejak dahulu tidak berubah ya, tetap enak seperti sop, perkedel, paru dan babatnya enak. Harganya juga murah ya masih terjangkau," kata Erna (51) warga Jakarta saat ditemui detikJabar usai santap siang di warung Nasi Haji Mamad, Senin (26/2/2024).
Erna langsung jatuh hati sejak beberapa tahun lalu merasakan gurihnya sop di tempat kuliner sederhana itu. Hingga kini, hampir setiap minggu ia rela bolak-balik Jakarta-Sukabumi untuk menikmati makanan di Haji Mamad.
"Karena sudah langganan sebelumnya pesan dulu buat take away. Lalu ke sini sengaja buat makan dulu, setiap minggu loh saya ke sini sekarang bawa saudara dari BSD. Kalau saya sendiri dari Jakarta," ujarnya.
Menurut Erna, lokasi warung nasi tidak berubah sejak dahulu. Meskipun tanpa papan nama atau petunjuk jalan, posisinya tidak bergeser. Tempat di dalam ruko gang sempit dengan spanduk kain logo foto almarhum Haji Mamad terpampang.
"Harapan ke depan, rasanya tetap dipertahankan, lokasinya diperbesar diperbaiki, kalau pelayanan bagus," imbuhnya.
Sementara itu, Suhendi yang merupakan warga Cibadak juga tak berkeberatan makan di sini meski tempatnya sempit. "Makan di sini dijamin berkeringat, karena lokasinya sempit ya harus desak-desakan dan makan pun harus cepat karena banyaknya antrean. ya mungkin seninya di situ ya, jadi ngesang (berkeringat)," katanya.
Soal rasa dikatakan Suhendi sudah tidak diragukan lagi. Meskipun resepnya sudah berpindah tangan ke anak-anaknya rasanya tetap sama, tidak berubah.
"Jadi perkedelnya, sop-sopnya semuanya rasanya tetap sama. Kadang kan ada ya tempat makan, dulunya enak ketika yang punya berpulang resepnya diwariskan eh rasanya malah berubah. Kalau di sini, rasanya begitu aja baik gurih maupun segarnya jadi kalau dibilang legenda ya legenda ya khususnya sop beningnya," ujar Suhendi.
Kuliner Haji Mamad sudah ada sejak 1959, dahulu dijual dengan cara dipikul berkeliling di kawasan Leuwi Goong, Cibadak. Karena lokasi tempat jualan pikul mengalami longsor, tempatnya berpindah ke emperan toko.
"Peninggalan orang tua, sejak tahun 1959 dijual dengan cara dipikul. Setelah itu pindah ke emperan toko dan akhirnya bisa masuk ruko di tahun 1991 menempati sampai saat ini," kata Tedi Setiadi, putra bungsu almarhum Haji Mamad.
Pikulan legend tersebut masih tersimpan hingga saat ini, meskipun tidak digunakan namun tidak sedikit pelanggan tetap sejak zaman dahulu bisa bernostalgia dengan penampakan pikulan tersebut. Tidak sedikit sederet artis ternama tanah air yang pernah mendatangi lokasi ii, hal itu terlihat dari foto-foto yang tertempel di dinding warung nasi.
"Kita menu yang jadi unggulannya sop bening, ada sop kaki, daging dan iga, menjadi favorit menu utama, keduanya dendeng paru kering dan perkedel," ujar Tedi.
Tedi mengaku sengaja tidak memasang plang nama di pinggir jalan meskipun begitu, pelanggan sudah mengetahui posisi warung nasinya.
"Konsumen memang sudah langganan, tidak ada plang karena sudah banyak yang tahu. Kalau Sabtu-Minggu kebanyakan dari luar kota, Jakarta, Bogor, sengaja makan di sini. Khasnya kita meneruskan resep dari orang tua tidak merubah rasa, dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah," tuturnya.
"Mudah-mudahan ke depan bisa membuka cabang di kota lain. Kalau permintaan dari pelanggan sudah banyak ya. Tinggal menunggu waktu saja," pungkasnya menambahkan.
Simak Video "Video: Nikmatnya Kuliner Mentok Pedas Kuah Rempah di Lumajang"
(raf/adr)