Lontong Cap Go Meh adalah kuliner yang identik dengan perayaan Cap Go Meh. Hidangan istimewa ini dinikmati pada puncak perayaan Imlek atau malam ke-15 saat Cap Go Meh.
Setelah Imlek, orang China merayakan Cap Go Meh yang dalam dialek Hokkien berarti "malam ke-15". Berbagai tradisi pun dihadirkan, termasuk menikmati makanan khas.
Lontong Cap Go Meh adalah menu andalannya. Hidangan ini tak hanya enak, tapi juga punya sejarah dan makna menarik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah lontong Cap Go Meh
Lontong Cap Go Meh konon merupakan hasil percampuran budaya Tionghoa dan Jawa. Hal ini bermula pada saat imigran Tionghoa memasuki tanah Jawa pada abad ke-14. Para imigran yang masuk tidak diperbolehkan membawa perempuan dari negaranya sehingga banyak pria Tionghoa menikah dengan perempuan Jawa.
Adanya percampuran ini membuat kuliner asli Jawa ikut meramaikan perayaan hari besar Tionghoa, seperti Imlek dan Cap Go Meh. Lontong Cap Go Meh hadir sebagai pengganti yuanxiao yang merupakan bola-bola terbuat dari tepung beras.
Makna lontong Cap Go Meh
![]() |
Hidangan yang ada pada saat perayaan Cap Go Meh memiliki arti tersendiri, tak terkecuali lontong Cap Go Meh. Masyarakat etnis Tionghoa percaya bahwa lontong Cap Go Meh dapat membawa keberuntungan seperti dikutip dari detikNews.
Selain lontong, hidangan ini juga berisi telur, daging, ayam, dengan kuah santannya yang berwarna keemasan. Tentunya, isian dari lontong Cap Go Meh juga menyimpan makna masing-masing.
Lontong yang berbentuk panjang melambangkan panjang umur. Sementara, telur dan kuahnya yang berwarna keemasan dianggap sebagai simbol keberuntungan. Warna kuning keemasan dari kuahnya melambangkan emas yang identik dengan kekayaan.
Tak hanya itu, warna merah pada daging yang ada di dalamnya bermakna kesejahteraan. Sedangkan, lauk ayam menyimbolkan kerja keras karena ayam yang dinilai pekerja keras dan gigih dalam mencari makan.
Selain makanannya yang punya makna mendalam, cara penyajian lontong Cap Go Meh juga perlu diperhatikan. Dilansir dari detikFood, makanan ini biasa disajikan dalam mangkuk yang terisi penuh dengan lauk dan kuah melimpah hingga menjulang tinggi.
Cara penyajian ini terinspirasi dari tradisi Jawa maupun Tionghoa. Masyarakat Jawa terbiasa makan dan minum dalam porsi besar sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Tak jauh berbeda, masyarakat Tionghoa juga menganggap makan dengan piring penuh menandakan doa dan harapan diberikan rezeki melimpah.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Artikel ini sudah tayang di detikjatim dengan judul "Lontong Cap Go Meh: Sejarah hingga Maknanya"
(adr/adr)