Teguk Segarnya Es Cendol Sagu di Merauke yang Manis dan 'Mewah'

Jelajah Desa BRILian

Teguk Segarnya Es Cendol Sagu di Merauke yang Manis dan 'Mewah'

Hana Nushratu Uzma - detikFood
Jumat, 08 Des 2023 15:24 WIB
Es Cendol Sagu
Foto: Dok. Moch Prima Fauzi/detikcom
Merauke -

Sagu merupakan makanan pokok warga di Papua. Biasanya, mereka mengolahnya menjadi papeda yang dikonsumsi dengan lauk berupa ikan kuning dan tumis kangkung.

Namun seiring berjalannya waktu, kini olahan sagu pun semakin bervariasi, salah satunya dibuat menjadi es cendol. Biasanya, es cendol terbuat dari tepung hunkwe atau tepung beras. Tetapi di Papua, khususnya di Merauke, es cendol berbahan dasar sagu cukup populer di kalangan masyarakat setempat.

Dionisia Laura Irianti, warga Jalan Mandala, Merauke, merupakan salah satu penjual es cendol sagu. Ia memulai usaha ini sejak 3 tahun yang lalu. Biasanya, wanita yang akrab disapa Yanti ini menjual es cendol sagu di kantin-kantin sekolah SMA.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dijual ke dua sekolah di SMA 2 sama SMA John 23. Jadi antar tiap pagi titip di kantin," kata Yanti, kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.

Yanti pun membagikan cara membuat cendol sagu yang menurutnya terbilang gampang-gampang susah. Pertama-tama, campurkan tepung sagu dengan pewarna makanan di atas wajan. Kemudian, tambahkan air dan panaskan di atas api hingga menggumpal.

ADVERTISEMENT

"Setelah dikasih air biasa (dingin) lagi hingga agak kenyal. Setelah itu dicetak ke dalam air es," imbuh Yanti.

Es Cendol SaguTeguk Segarnya Es Cendol Sagu di Merauke yang Manis dan 'Mewah' Foto: Dok. Moch Prima Fauzi/detikcom

Kemudian, adonan cendol sagu dimasukkan ke dalam cetakan. Di Pulau Jawa, es cendol biasa disajikan dengan es, gula aren, dan santan. Namun es cendol buatan Yanti ini sedikit berbeda yakni menggunakan susu sapi UHT.

Tekstur cendol sagu yang kenyal dikombinasikan dengan rasa susu UHT yang gurih membuat minuman ini terasa lebih mewah. Es cendol sagu ini cocok diminum saat untuk menambah kesegaran saat cuaca panas terik yang saat itu menghantam Merauke dan sekitarnya.

"Kalau santan orang kurang suka," kata Yanti ketika ditanya alasannya mengganti santan dengan susu ke dalam cendol sagu.

Dalam sehari, Yanti mampu menjual 20-25 cup cendol. Ia pun membuat dua ukuran berbeda, yaitu cup sedang dan besar. Cup sedang dijual dengan harga Rp 10 ribu, sementara cup besar dijual dengan harga Rp 20 ribu.

Es Cendol Sagu Foto: Dok. Moch Prima Fauzi/detikcom

"Cendolnya bisa tahan 3 hari (di suhu kulkas)," tutur Yanti.

Selain berjualan es cendol, Yanti juga menjual papeda yang hanya dibuat jika ada pesanan. Per mangkuknya, papeda buatan Yanti dijual dengan harga Rp 25 ribu, lengkap dengan lauk ikan kuah kuning, tumis kangkung, dan sambalnya.

Sebelumnya, Yanti juga pernah berjualan pentol atau bakso yang diproduksinya sendiri. Dalam sehari, Yanti menjual sekitar 20 kg pentol dengan harga Rp 50 ribu per kg. Namun kini, ia sudah berhenti berjualan bakso.

Di samping itu, Yanti yang merupakan Orang Asli Papua (OAP) juga memiliki keterampilan lain seperti menganyam. Oleh karenanya, ia juga memiliki usaha noken.

Diakui Yanti, saat itu ia membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Ia pun kemudian mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, (BRI) dengan nominal Rp 10 juta.

"Kredit 2016 awalnya buat jualan noken. Kemudian pinjam Rp 50 juta untuk modal noken sama bakso," tutur Yanti.

Yanti menyebut penghasilannya dari berjualan kerajinan dan kuliner khas Papua ini bisa menghidupi keluarganya dengan enam orang anak. Anak sulung Yanti saat ini berusia 21 tahun, sementara anak bungsunya berusia 7 tahun.

Di sisi lain, ia juga menceritakan dirinya pernah mendapatkan omzet berkali-kali lipat saat menjual noken pada gelaran Pekan Olahraga Nasional (PON) XX pada 2021 lalu. Sebagaimana diketahui, Merauke pernah menjadi tuan rumah dari event akbar tersebut.

"Kemarin di PON banyak yang beli noken," kata Yanti.

"Noken dulu sehari bisa dapat Rp 3-4 juta. Sekarang Rp 3 juta per bulan. Biasa kalau ada kumpul-kumpul kita kirim," sambungnya.

Noken yang dijual Yanti dibuat dari serat kayu melinjo. Harga yang ditawarkan cukup bervariatif, mulai dari Rp 150 ribu untuk noken berukuran kecil hingga Rp 700 ribu untuk noken berukuran besar.

Yanti pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada BRI. Berkat KUR dari Bank BRI, Yanti bisa menjalankan usahanya hingga detik ini.

"Terima kasih kepada BRI karena saya bisa berjualan. Ke depannya mungkin bantuan atau (kalau) ada lomba-lomba mungkin (bisa kasih) booth di situ," harap Yanti.

Sebagai informasi, detikcom bersama BRI mengadakan program Jelajah Desa BRILian yang mengulas potensi dan inovasi desa di Indonesia baik dari segi perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata serta dampaknya terhadap masyarakat lokal maupun nasional. Untuk mengetahui informasi program Desa BRILian lebih lanjut, ikuti terus informasinya hanya di jelajahdesabrilian.detik.com!

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Dari Tuhan Untuk Minahasa"
[Gambas:Video 20detik]
(akn/ega)

Hide Ads