Mahasiswa UGM pasti tak asing dengan warung makan legendaris Sego Pecel (SGPC) Bu Wiryo. Berdiri sejak 1959, sampai sekarang menu di sini masih diminati. Seperti apa ya rasanya?
SGPC Bu Wiryo terletak di Jl. Agro N0.10, Kocoran, Caturtunggal, Jogja. Buka mulai pukul 06.30 sampai 20.00 WIB.
SGPC, atau sego pecel ini didirikan oleh Bu Wiryo pada 1959. Saat ini sudah berada di generasi keduanya, yakni Kelik Indarto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikJogja, Jumat 27 Oktober 2023, SGPC Bu Wiryo ramai pengunjung meski masih pagi hari. Di tempat yang sederhana semua pembeli duduk di meja dan kursi kayu sambil menyantap pesanan dan jajanan yang disajikan.
Pembeli yang berkunjung juga beragam, mulai dari orang tua, anak muda, hingga anak kecil. Terlihat di pintu utama dijajakan bakpia pathok yang dibuat langsung di pintu utama sehingga pembeli bisa memesan bakpia tersebut, kemudian makan sambil menunggu bakpia dibuat langsung.
Bu Wiryo awalnya berjualan nasi pecel dengan gendongan. Setiap hari Bu Wiryo berdagang dengan jalan kaki sambil menjajakan nasi pecel buatannya. Awalnya usaha ini dirintis karena Bu Wiryo suka memasak dan hasil masakannya pun dijual.
"Waktu itu ibu jualnya di Pagelaran. UGM kan masih di Pagelaran, jadi jualnya di sana pake gendongan itu, yang dijual pecel juga dari dulu," ujar pemilik SGPC Bu Wiryo, Kelik Indarto (56) saat ditemui detikJogja pada Jumat (27/10/2023).
"Dulu kebetulan bapak juga karyawan UGM, sambil jaga malam jadi dikasih gudang buat simpan barang-barang, itu kita pake buat jual. Bentuknya seperti kantin lah, itu kita jual sampai tahun 1994," tambahnya.
![]() |
Kelik mengatakan dari 1959 sampai 1994 itu berpindah-pindah. Berawal dari sisi utara gedung pusat sampai terakhir di sisi timur yang saat ini KPTU UGM. Namun pada 1989 sudah membangun warung makan di luar UGM yang dijalankan hingga saat ini.
Bu Wiryo jatuh sakit dan meninggal pada 1995, kemudian menitipkan pesan kepada anak-anaknya bahwa harus tetap menjalankan usahanya. Usahanya pun masih dipertahankan hingga saat ini.
Penamaan warung makan ini ternyata bukan berasal dari pemiliknya, melainkan dari pelanggan. SGPC merupakan singkatan dari menu utama di warung ini, yaitu Sego Pecel yang bahasa Indonesianya nasi pecel.
"Itu yang kasih nama pas tahun 70-an dulu, itu singkatan dari sego pecel dan dinamain sama pelanggan," papar anak sulung Bu Wiryo tersebut.
Tak hanya nama warung makan ini yang dinamai oleh pembeli, menu makanan pun dibuat oleh para pembeli. Penamaan ini untuk mempermudah penyebutan makanan dengan permintaan komposisi makanan di dalamnya.
"Itu penamaan dari pelanggan sendiri. Kita nggak pernah kasih nama, jadi pelanggan sendiri yang kasih nama. Apa requestnya pelanggan," jelas bapak empat anak.
Meskipun awalnya SGPC Bu Wiryo menjadi satu-satunya warung makan di dalam UGM, ketika tahun 1997 sudah mulai muncul makanan cepat saji. Hal tersebut membuat banyak mahasiswa yang lebih menyukai makanan cepat saji dan beralih.
Padahal dulunya SGPC Bu Wiryo menjual satu porsi makanannya dengan harga yang sangat murah. Para mahasiswa hanya mengeluarkan uang tidak sampai Rp 25, namun hal tersebut tetap kalah dengan makanan cepat saji.
Di tahun 1995-2000 SGPC Bu Wiryo mengalami masa sulit. Sehingga warung makan ini mengubah target pasar mereka yang awalnya mahasiswa menjadi masyarakat umum, dengan penyesuaian harga.
"Pertahankan warung murah susah ya karena dikenal warung mahasiswa, ya warung murah. Sampai tahun 2000 lah berat sekali, akhirnya kita ubah pasar, kita up-kan harganya. Ya yang datang kalau dulu 90 persen mahasiswa, sekarang umum," tukas Kelik.
Hingga saat ini SGPC Bu Wiryo ramai pengunjung, bahkan tiap harinya dapat menjual 200-300 porsi. Pengunjung kebanyakan yang datang juga merupakan alumni UGM yang memiliki kenangan dengan menu warung ini.
Bahkan tidak sedikit para orang-orang terkenal dan tokoh-tokoh penting sering datang ke SGPC Bu Wiryo. Terlebih para menteri yang dulunya mengenyam pendidikan di UGM.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Nasi pecel dan sop adalah menu andalan SGPC Bu Wiryo. Rasanya tidak pernah berubah sejak 1959 sehingga banyak pelanggan bahkan karyawan yang turun temurun.
Tidak hanya rasa yang dipertahankan dari warung makan ini, komposisi sayur yang terdapat di sop dan pecel juga tidak berubah dari dulu. Sop yang berisikan kubis, kentang, wortel, soun dan pecel yang berisikan kacang panjang, kecambah, dan bayam.
"Dari awal seperti itu, dari ibu seperti itu. Jadi nggak berubah - ubah. Rasa dari dulu sampai sekarang ya itu. Walaupun mempertahankan rasa itu agak susah," tutur Kelik.
![]() |
Semua menu juga fresh dibuat setiap harinya. Menu yang disediakan dapat dipilih pembeli sesuai selera, dengan penamaan yang dibuat oleh pembeli. Beberapa di antaranya seperti SDSB (sop daging sayur bayem), Sop Tanpa Kawat (sop tanpa soun), Sop Bubrah (sop yang diberi kacang pecel), Sop Tanpa Truk (sop tanpa kol dan kubis), Sop Pegatan (sop dan nasi dipisah), Pecel Kramas (pecel diberi kuah sop), Pecel Pancasila (pecel dengan telur puyuh 5 butir), Pecel diuwel-uwel (pecel dibungkus), dan yang baru SBY (sop bayem).
Terdapat menu minuman yang juga berlaku julukan di dalamnya, contohnya teh mrengut (teh kental), tirto seto (air putih), teh kemul (teh hangat), dan sengkuni (teh dicampur jeruk).
Harga yang dibanderol dari menu SGPC Bu Wiryo tergolong terjangkau. Detikers yang berkunjung dapat menikmati santapan mulai dari Rp 4.000 sampai Rp 27.000 saja.
Selain menyantap nasi pecel dan sop legendaris dari warung ini, pelanggan dapat menikmati live music yang setiap hari diadakan. Bahkan, di saat acara-acara penting digelar iringan musik dengan memakai alat musik gamelan.
"Biasanya gamelan, ada juga musik akustik. Tapi dijadwalkan, contohnya kayak malam Jumat Kliwon tuh pasti ada," ujar Kelik.
Artikel ini ditulis oleh Elisabeth Meisya dan Steffy Gracia peserta magang bersertifikat di detikcom.
Artikel ini sudah tayang di detikjogja dengan judul Menikmati Sego Pecel Legendaris Bu Wiryo Dekat UGM, Tenar sejak 1959
(adr/adr)