Jamu Ginggang di Jogja Diajukan Sebagai Warisan Budaya UNESCO

Jamu Ginggang di Jogja Diajukan Sebagai Warisan Budaya UNESCO

Jihan Nisrina Khairani, Anandio Januar - detikFood
Jumat, 01 Sep 2023 14:30 WIB
Jamu Ginggang Pakualaman eksis merawat resep tradisi sejak 1950. Foto diambil Rabu (30/8/2023).
Foto: Anandio Januar/detikJogja
Yogyakarta -

Jamu ginggang merupakan tempat menikmati jamu tradisional khas Jogja yang sudah memasuk usia hampir 1 abad. Tempat ini diajukan sebagai warisan budaya UNESCO.

Beragam menu Jamu Ginggang di Pakualaman masih dibuat menggunakan resep leluhur yaitu tabib Kadipaten Puro Pakualam. Pemiliknya saat ini, Yayuk (62) mengatakan warung jamunya ramai didatangi wisatawan lokal dan asing.

Belum lama ini, dia mengaku kedatangan tamu dari Jepang yang meliput Jamu Ginggang. "Kita juga syuting, bulan Juni syutingnya dari Jepang. Kita sering sebenarnya, sering sekali ada kunjungan-kunjungan (orang asing). Kalau yang di lokalnya, yang di Indonesianya itu dari universitas negeri maupun swasta," kata Yayuk saat ditemui di tokonya yang terletak di Jalan Masjid, Kauman, Pakualaman, Kota Jogja, Rabu (30/8/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, dia juga mengaku sempat didatangi perwakilan dari UNESCO. Mereka mengajukan Jamu Ginggang untuk menjadi warisan budaya yang diakui.

"Inisiatif UNESCO. Kan tahun 2025, kita sudah masuk satu abad ini," terang dia.

ADVERTISEMENT
Jamu Ginggang, Ramuan Rempah Jawa yang Ampuh Jaga Imunitas TubuhJamu Ginggang sudah eksis sejak 1950. Foto: Heri Susanto

Tak hanya tamu mancanegara, Jamu Ginggang juga sering kedatangan pelanggan dari pejabat maupun artis. Yayuk mencontohkan Tukul Arwana dan Butet Kartaredjasa pun turut datang ke warung legendaris ini.

"Yang paling berkesan ya ini dari Sri Paku Alam, dari istrinya ke sini, rombongan. Beliau juga berkesan tentang Jamu Ginggang, bahkan dari Sri Paku Alam tidak merasa bahwa ramuan ini dari mbah buyutnya dulu. Terus kita cerita baru paham," jelas Yayuk.

Jamu Ginggang menawarkan aneka racikan jamu, mulai dari beras kencur, kunir asem, jamu pegal linu, hingga galian. "Kalau galian itu ada dua macam, galian kakung sama galian putri. Yang galian kakung itu ada lagi yang pegel linu, yang putri juga ada pegel linu. Kalo yang putri itu ada galian singset sama galian putri," jelas Yayuk saat berbincang dengan detikJogja, Rabu (30/8/2023).

Jamu Ginggang Pakualaman eksis merawat resep tradisi sejak 1950. Foto diambil Rabu (30/8/2023).Proses membuat jamu di Jamu Ginggang masih menggunakan resep sejak dulu. Foto: Anandio Januar/detikJogja

Sementara itu, bangunan Warung Jamu Ginggang juga diusulkan menjadi cagar budaya. Sebab, bangunan maupun ornamen di warung tersebut masih terjaga keasliannya sejak 1950 silam. Namun, soal cagar budaya ini, keluarga Yayuk masih menjadi pertimbangan.

"Masih proses, (dijadikan) cagar budaya juga senang tapi jadi dilema keluarga. Jadi dilemanya begini, kita memiliki Jamu Ginggang tapi tidak bisa memiliki sepenuhnya kalau kita klik jadi heritage, gitu. Bisanya hanya melestarikan (karena) ini sudah milik negara," ujar dia.

Artikel ini sudah tayang di detikjogja dengan judul Jamu Ginggang Warisan Tabib Paku Alam Mendunia-Diajukan ke UNESCO




(adr/adr)

Hide Ads