Hari ini diperingati sebagai Hari Arak Bali. Inilah sepenggal kisah perajin arak Bali yang menyadap nira hingga menghasilkan arak enak.
I Nyoman Kasih bertelanjang dada memanjat pohon lontar atau siwalan di tegalan miliknya di lingkungan Merita, Desa Labasari, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Bali. Matanya menatap sekeliling sembari memeluk batang pohon yang tinggi menjulang.
Hari itu Kasih akan menyadap nira sebagai bahan baku arak. Kasih bisa memanjat sekitar 30 hingga 40 pohon lontar dalam sehari. Semakin banyak pohon lontar yang dipanjat, semakin banyak pula nira atau tuak untuk arak yang didapat.
"Sedikit banyaknya tuak yang didapat itu tergantung cuaca. Jika hujan terus mengguyur atau panas berkepanjangan, maka tuak yang didapat akan sedikit," tutur Kasih kepada detikBali, Jumat (27/1/2023).
Pria berusia 58 tahun itu menceritakan proses pembuatan arak tradisional hingga siap diminum. Tahap pertama adalah menyadap nira dari pohon lontar. Kasih menggunakan pengiris atau pisau khusus untuk memotong bunga lontar hingga mengeluarkan nira.
Nira yang didapat selanjutnya dikumpulkan ke gentong atau jeriken yang dibawa saat memanjat pohon lontar. Kasih biasanya mengikatkan jeriken penampung nira itu pada pinggangnya.
Nira yang sudah terkumpul selanjutnya dicampur dengan lau yang terbuat dari akar pohon bayur atau kulit pohon kutat. Tahap selanjutnya memasuki proses destilasi hingga menjadi arak.
Menurut Kasih, proses destilasi bisa memakan waktu dari 3-5 jam untuk mendapatkan 3 liter arak. Terkadang, jika ia mendapat tuak yang banyak, proses destilasi bisa dilakukan dari pagi hingga malam.
"Sekali produksi bisa menghasilkan sekitar 15 liter arak dalam sehari jika cuaca sedang bagus. Tapi saat cuaca tidak bagus, hanya dapat sekitar 5-7 liter per hari," imbuhnya.
Bertahan Hidup dari Arak Bali
![]() |
Kasih hanyalah salah satu dari ribuan perajin arak Bali tradisional di Karangasem. Ia bertahan menjadi perajin arak selama puluhan tahun di tengah harga jual yang tidak stabil.
"Saya sudah dari usia 23 tahun sudah jadi perajin arak. Sampai sekarang saya masih bertahan menjadi perajin arak karena itu merupakan pekerjaan utama masyarakat di sini," tutur Kasih.
Penghasilan Kasih dari menjual arak sekitar Rp 3 juta sebulan. Namun, jika harga anjlok, ia hanya meraup sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Harga arak menjadi murah biasanya karena permintaan menurun, sedangkan perajin yang menjual ke pengepul banyak.
"Penjualan biasanya saya jual ke pengepul yang ada di sini. Nanti pengepul yang mendistribusikan ke Denpasar dan yang lainnya. Tapi kadang juga dibeli dengan harga murah," kata Kasih.
Bagaimana perjuangan I Nyoman Kasih mempertahankan produksi araknya, bisa dilihat di halaman berikut ini.
Simak Video "Seribu Bubur Kajanan untuk Jemaah dan Warga Non Muslim Bali"
[Gambas:Video 20detik]