Ide Keren Mahasiswi Indonesia Atasi Sampah Makanan Pakai Teknologi AI

Ide Keren Mahasiswi Indonesia Atasi Sampah Makanan Pakai Teknologi AI

Tim detikfood - detikFood
Jumat, 16 Sep 2022 14:30 WIB
Miris! Kakek Ini Pungut Sisa Makanan dari Tempat Sampah
Foto: Facebook @ipohcom
Jakarta -

Masalah sampah makanan tidak bisa dianggap sepele karena berkontribusi pada krisis iklim. Mengatasi hal ini, 2 mahasiswi Indonesia punya ide keren yang dipamerkan dalam sebuah konsorsium di Bali.

Sampah makanan disebut penyumbang 10% emisi gas rumah kaca yang membahayakan bumi. Keberadaannya juga menjadi faktor terbesar penyebab krisis iklim.

"Sampah makanan yang membusuk di tempat pembuangan akhir merupakan sumber pencemaran dan perusakan lingkungan. Karena sampah tersebut menghasilkan bau dan gas metana yang dapat merusak lapisan ozon," ujar Direktur Riset dan Inovasi, Universitas Prasetiya Mulya, Dr. Stevanus Wisnu Wijaya di Jakarta, seperti dikutip dari rilis Universitas Prasetiya Mulya yang diterima detikfood (16/9).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengatasi masalah ini, Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) bersama sejumlah kampus di dalam dan luar negeri berkolaborasi membentuk konsorsium proyek bernama In2Food. "Konsorsium ini menjadi wadah untuk mengembangkan kolaborasi, inisiatif, dan ide dari berbagai disiplin ilmu untuk menciptakan aneka solusi bagi masalah sampah makanan," katanya.

Tahun ini, konsorsium In2Food dihadiri perwakilan Universitas Prasetiya Mulya, Universitas Katolik Parahyangan, Binus University, Universitas Pembangunan Jaya, Universitas Ma Chung, Ghent University, Tampere University, dan Hotelschool The Hague. Acara ini digelar di Bali pada Agustus 2022 dengan diikuti puluhan peserta.

ADVERTISEMENT

Dalam konsorsium tersebut setiap kampus datang dengan keunggulan masing-masing. Universitas Prasetiya Mulya, misalnya, mengunggulkan bidang teknologi digital.

Inisiatif Manajemen Sampah Makanan Berbasis Teknologi Kecerdasan Buatan (AI)

Ide Keren Mahasiswi Indonesia Atasi Sampah Makanan Pakai Teknologi AIMahasiswi Universitas Prasetiya Mulya, Ni Putu Mas Swandewi (paling kiri) bersama tim dari berbagai negara, meraih Best Food Waste Solution dalam FWTF di Bali melalui aplikasi Ibu Foodies. Foto: Universitas Prasetiya Mulya

Dalam perhelatan Food Waste to Finish (FWTF) Summer School Program ini Universitas Prasetiya Mulya mengirimkan lima mahasiswa perwakilan untuk beradu konsep dan merancang kolaborasi dengan peserta dari kampus lain.

Kelima mahasiswa itu sebelumnya telah mengikuti seleksi di internal kampus. "Setiap peserta dipilih dari latar belakang keilmuan berbeda, ada yang dari jurusan teknologi bisnis, software engineering, ekonomi bisnis, matematika terapan, bisnis teknologi pangan, dan jurusan bisnis," kata Wisnu.

Salah satu konsep usulan mahasiswa Prasmul bersama peserta dari kampus lain terpilih sebagai usulan solusi terbaik. Konsep ini bernama "Ibu Foodies" yang diusung Ni Putu Mas Swandewi dari Program Studi Software Engineering.

Menurut Swan, panggilan Swandewi, konsep ini adalah alat bantu pencegahan munculnya sampah makanan di tingkat rumah tangga.

"Aplikasi ini bisa membantu para ibu untuk mencatat dan merencanakan belanja mereka. Di dalamnya terdapat teknologi artificial intelligence (kecerdasan buatan) yang berguna untuk memindai aneka jenis sayur yang dibeli pengguna. Nantinya aplikasi mobile ini dapat menentukan usia sayur tersebut, sehingga pengguna tidak akan membiarkan bahan makanannya membusuk dan menjadi sampah," katanya.

Ide "No Action To Small" yang Menyasar Pedagang Kaki Lima

Ide Keren Mahasiswi Indonesia Atasi Sampah Makanan Pakai Teknologi AIEthelind B. Santoso (paling tengah) dan pembicara lain tampil dalam FWTF mempresentasikan inovasi tentang solusi problem food waste. Foto: Universitas Prasetiya Mulya

Mahasiswa Prasmul lainnya dari Program Studi Ekonomi Bisnis, Ethelind B. Santoso bersama tim menghadirkan konsep "No Action Too Small". Konsep ini hampir mirip dengan program edukasi yang diusung Swandewi. Bedanya, Ethelind dan kawan-kawan menyasar para pelaku usaha kecil dan pedagang kaki lima.

Edukasi yang disampaikan tim Ethelind dan kawan-kawan juga berupa informasi mengenai perlunya mengelola sampah makanan, resep-resep makanan dari bahan-bahan organik yang kerap terbuang, seperti perkedel tanpa sisa yang mengandung cincangan daun wortel, kulit kentang, dan irisan bonggol seledri.

Selain itu, bagian dari edukasi tersebut juga memperkenalkan cara menumbuhkan kembali beberapa jenis sayuran tertentu seperti daun bawang dari bonggolnya yang gundul. "Selain rumah tangga, penjual makanan juga menjadi kontributor sampah sisa makanan terbesar di Indonesia. Melalui program ini kami berharap dapat memberikan informasi dan mengajak mereka untuk mengubah perilaku dalam menangani sampah makanan."

Ethelind juga datang dengan konsep baru untuk mengurangi potensi sampah makanan. Bentuknya berupa bazar buah dan sayur.

"Bazar Hortikultura untuk menjual sayur-mayur atau buah-buahan, yang biasanya dibuang oleh toko dan pedagang di pasar karena dianggap sudah terlalu matang dan penampilannya tidak menarik," Ethelind bercerita.

Konsep ini rencananya akan ia kembangkan berkolaborasi dengan jaringan retail atau toko-toko yang menjajakan sayur dan buah segar. "Saya ingin membuat gerakan hari obral buah atau sayur secara rutin di toko-toko. Dimana konsumen dapat mencampur jenis-jenis sayur dan buah yang penampilannya dianggap jelek tapi padahal masih layak konsumsi dengan harga murah meriah," tutup Ethelind.




(adr/adr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads