Selain kopi Bali Kintamani, Desa Munduk, Bali juga memiliki kopi spesial bernama kopi Blue Tamblingan. Selain ditanam secara khusus kopi ini punya profil rasa yang unik.
Pulau Bali juga dikenal sebagai daerah penghasil kopi. Kopi Bali Kintamani merupakan jenis kopi yang populer hingga ke mancanegara. Tetapi selain itu ada juga kopi istimewa yang berasal dari area sekitar Danau Tamblingan.
Bernama Blue Tamblingan yang bisa ditemui di Desa Munduk, Buleleng, Bali. Putu Ardana, petani kopi di Desa Munduk memperkenalkan kopi Blue Tamblingan sebagai kopi 'single origin' yang istimewa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut disampaikan kepada Detikcom dalam Rangkaian Ekspedisi 3.000 Kilometer bersama Wuling (11/10/21). Kami pun diajak mencicipi kopi Blue Tamblingan.
1. Asal Usul Nama Blue Tamblingan
![]() |
Putu Ardana menjelaskan bahwa Desa Munduk dikenal sebagai kawasan perkebunan kopi yang sudah ada sejak zaman Belanda. Penamaan Blue Tamblingan pada kopi di sana memiliki arti tersendiri.
"Blue Tamblingan, 'tamblingan itu dari kata tambe eling atau artinya obat penjaga kesadaran. Kalau blue itu spesial nama karena nggak semua jenis kopi bisa tumbuh di sini," ujar Putu Ardana.
Putu Ardana menjual kopi tersebut per 250 gram dengan harga Rp 85.000. Kopinya bisa dipesan berupa biji atau digiling. Kemudian dikemas yang kemasannya ditulis sendiri.
"Kopinya ini saya kemas di kemasan yang saya tulis sendiri pakai tangan. Jadi kalau ada yang pesan saya baru tulis," tuturnya.
Baca Juga: Akhir Pekan Enaknya Nyantai di 5 Kafe Cozy di Tangerang Ini
2. Jenis Kopi Arabika
![]() |
Kopi Blue Tamblingan merupakan jenis kopi arabika. Kopi ini tumbuh di atas ketinggian 1.200 mdpl. Menurut Putu Ardana, kopi arabika memiliki karakteristik rasa yang berbeda-beda.
Itu tergantung dengan tempat di mana kopi itu tumbuh. Berbeda dengan jenis kopi robusta yang karakteristik rasanya cenderung sama di setiap daerah.
"Contohnya kayak kopi Blue Tamblingan itu beda sama kopi Kintamani. Sama-sama arabika tapi berbeda," ujar Putu Ardana.
3. Terapkan Petik Merah agar Berkualitas
![]() |
Putu Ardana yakin bahwa kopi khas Desa Munduk ini bisa memiliki nilai jual premium. Karenanya harus dirawat agar menghasilkan kopi dengan kualitas yang baik.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yakni tidak menggunakan pupuk atau pestisida yang mengandung bahan kimia. Kemudian juga harus menerapkan petik merah.
"Hanya petik merah saja artinya kita petik yang tua kita pilih baru diserahkan. Kita beli dengan harga yang relatif mahal. Biasanya kalau petik tua campur muda itu sekilonya cuma Rp 4.000," ujar Putu Ardana.
Baca Juga: Sri Mulyani Menikmati Kopi Anaerob Spesial Buatan Barista Pribadi
4. Bisa Diproses dengan 3 Metode
![]() |
Kopi Blue Tamblingan sebenarnya diproses secara natural dan tradisional. Biji kopi petik merah lebih dulu dipisahkan dengan biji kopi yang rusak.
Kemudian dijemur dengan kulitnya. Namun, Putu Ardana menjelaskan bahwa ia memiliki tiga metode pemrosesan kopi. Pertama ada full washed, di mana biji kopi dipisahkan dari kulit luar lalu dicuri dan dikeringkan.
Selain itu ada honey process, yaitu biji kopi dikupas dan dikeringkan dengan lapisan mucilage masih menyelimuti biji kopi. Lalu baru dikeringkan.
Terakhir ada anaerob atau melewati proses fermentasi. Putu Ardana menyebutkan bahwa proses natural lebih disukai banyak orang.
"Tapi faktanya yang orang paling banyak minta yang natural," tuturnya.
5. Karakteristik Rasa Kopi Blue Tamblingan
![]() |
Karena kopi Blue Tamblingan merupakan jenis kopi arabika maka rasa asamnya sangat menonjol. Selain itu, ada sentuhan rasa manis dan fruity.
Aromanya unik, karena beraroma buah cempedak yang harum. Aroma manis cempedak itu juga berbarengan dengan aroma earthy. Ketika diseruput ada aroma seperti tanah yang pertama kali terkena air hujan.
Putu Ardana menjelaskan bahwa kopi ini ditanam di dekat area hutan lindung. Menurutnya, lokasi itu bisa memberi pengaruh pada karakteristik rasa.
Baca Juga: Ilmuwan Berhasil Ciptakan Kopi Tanpa Biji Kopi Untuk Ngopi di Masa Depan
Simak Video "Video: Sensasi Nyeduh Kopi Langsung dari Kebun di Puncak Gunung Muria"
[Gambas:Video 20detik]
(raf/odi)