Tahun ini festival jenang Solo tetap digelar dengan sederhana karena masa pendemi. Tetapi tak mengurangi festival yang menghadirkan 10 jenis jenang ini.
Tidak ada arak arakan, tak ada pembagian jenang yang melibatkan ratusan orang, tak ada upacara yang mendatangkan ratusan wisatawan ke Kota Solo. Kini hanya dihadiri segelintir orang para pendiri Yayasan Jenang Indonesia, dengan suasana sederhana dan saling mematuhi protokol kesehatan.
Acara tahunan terbesar Kota Solo ini biasanya diikuti secara meriah oleh ribuan masyarakat di Kota Solo dan juga pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun ini harus dilakukan dalam kondisi yang serba terbatas, dan secara sederhana pula. Kini terpaksa hanya dilakukan oleh para pendiri Yayasan Jenang Indonesia, karena melihat situasi yang dalam kondisi pandemi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun lebih dari 10 jenis jenang yang biasa ditemui di Festival Jenang masih dihadirkan untuk mengobati kangennya acara Festival yang jatuh setiap 17 Februari setiap tahunnya. Mulai dari jenang grendul, jenang mutiara, jenang ketan hitam, jenang ngangrang, dan jenang sumsum disediakan di Pendopo Restoran Omah Sinten, di Jalan Diponegoro 34 Keprabon Banjarsari Solo pada Rabu (17/02).
![]() |
Menurut Ketua Dewan Pembina Yayasan Jenang Indonesia, Slamet Rahardjo, mengatakan kenapa acaranya hanya kecil-kecilan. Satu karena situasi pandemi, semuanya harus serba dibatasi, dan peraturan dari pemerintah sendiri dengan melaksanakan PPKM.
"Kedua, walaupun dalam situasi pandemi tapi keinginan untuk merayakan ulang tahun Kota Solo, mensyukuri ulang tahun kota Solo yang ke 276 ini masih ada. Sehingga kita mengadakan dengan apa adanya, terbatas, sesuai ketentuan protokol kesehatan yang ada," tambahnya.
'Namun tidak mengurangi, filosofi jenang itu sendiri, yakni memiliki arti rasa syukur kepada Allah atas rejeki yang diberikan melalui alamnya atau hasil bumi. Kemudian diwujudkan dalam bentuk makanan jenang yang dibagi-bagikan kepada sesama," jelas pemilik Restoran Omah Sinten ini kepada media yang menemuinya.
Menurutnya perkembangan makanan tradisional di Solo itu saat ini luar biasa. Meskipun saat ini pandemi perkembangan makanan tradisional seperti jenang cukup bagus. Hanya saja butuh suatu kecerdasan untuk menyesuaikan dengan keadaan.
![]() |
"Bahwa sekarang ini kita masih dalam situasi pandemi dan kita harus menyesuaikan, semuanya serba online sehingga peradaban juga akan berubah," jelasnya.
Kerabat Kraton Solo yang juga sebagai Pembina Yayasan Jenang Indonesia, Gusti Dipokusumo, mengatakan dengan adanya Festival Jenang Solo ekonomi di kota Solo juga ikut meningkat.
"Makna pengertian simbolis setiap ada sesaji, dalam hal ini adalah Jenang, diharapkan menjadi nilai ekonomi", jelasnya.
Karena mempunyai nilai ekonomi, masih menurut Dipokusumo, otomatis akan menggerakkan ekonomi pertanian. Ujung ujungnya kesejahteraan masyarakat ikut meningkat dengan adanya Festival Jenang di kota Solo beberapa kali acara Festival diadakan.
Festival Jenang Solo pertama kalinya diperkenalkan ke masyarakat Kota Solo pada tahun 2012 saat itu Joko Widodo yang sekarang Presiden RI menjadi Walikota Solo. Acara pertama itu menjadi menjadi momen membumikan makanan tradisional hingga dikenal ke seluruh Indonesia. Sukses acara pertama dilanjutkan setiap tahunnya hingga tahun 2017.
Setelah itu Pemkot Solo menggelar aksi serupa dengan nama Semarak Jenang Solo hingga tahun 2020 kemarin. Sementara Yayasan Jenang Indonesia menggelar secara sederhana dan tahun 2021 kembali menggelar Festival Jenang Solo, sekaligus persiapan utk gelaran di tahun 2022 nanti.
(raf/odi)