Darwin Jazilin, siswa kelas 1 SMPN 24 Solo harus berjualan cilok demi biayai kebutuhan sekolahnya. Termasuk membeli kuota internet karena sekolahnya menerapkan pembelajaran daring.
Ditemui detikcom di rumahnya, RT 02 RW 11, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Darwin terlihat sedang bersama adik laki-laki dan kakak perempuannya. Selain harus belajar, memang ia juga sesekali bermain dengan adiknya.
Sesekali dia tampak membuka grup WhatsApp sekolahnya untuk melihat tugas. "Hari ini pelajarannya PKn," kata Darwin di rumahnya, Senin (3/8/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Baca Juga : Kisah Bocah SD Jualan Cilok Demi Beli Kuota Internet untuk Belajar Online
Saat pagi, ibunya berjualan cilok di dekat rumah. Usai mengerjakan tugas, sekitar pukul 13.00 WIB, Darwin menggantikan ibunya berjualan cilok dengan berkeliling.
"Saya keliling dari Cemani, ke Jalan Slamet Riyadi, belok Sriwedari, Tipes. Muter dua kali terus pulang," ujar dia.
Meski lelah, dia mengaku senang bisa membantu orang tua. Sebagian uang yang dia peroleh setiap hari disisihkan untuk membelikan mainan adiknya.
![]() |
"Biasanya diberi ibu Rp 20 ribu. Itu untuk beli kuota internet sama belikan adik mainan. Adik saya sukanya beli mainan," ujar dia.
Darwin mengaku cukup sulit untuk mengikuti pelajaran sekolah lewat daring. Dia berharap keadaan menjadi normal kembali agar bisa belajar di sekolah.
"Susah belajar sendiri. Saya belum pernah ke sekolah ini, hanya lewat HP saja. Penginnya cepat bisa ke sekolah," katanya.
Keluarga Darwin tinggal di sebuah rumah berukuran 4x4 meter. Ibunya, Widaningsih berjualan cilok, sedangkan ayahnya, Iskandar bekerja sebagai cleaning service.
![]() |
Widaningsih mengatakan beruntung pihak sekolah Darwin memberikan ponsel pintar untuk anaknya. Sebab ia tidak memiliki ponsel pintar.
"Dulu waktu SD saya punya, tugas sekolah dulu ya lewat saya. Tapi pas akhir-akhir itu HP saya rusak. Lalu pas SMP ini, alhamdulillah diberi HP sama sekolah," ujar Widaningsih.
Dia berjualan cilok dengan sistem bagi hasil. Setiap hari dia membawa 500 cilok untuk dijual.
"Kalau laku semua ya bisa dapat Rp 250 ribu. Tapi saya harus memberikan Rp 150 kepada bosnya. Itu pun tidak selalu habis dagangannya," jelasnya.
![]() |
Pemilihan sekolah pun, Widaningsih sengaja memilih di Solo karena lebih murah. "Kalau dekat rumah kemarin untuk beli seragamnya mahal, makanya saya pilih Solo," ujar dia.
Terkait pelajaran anaknya, Widaningsih mengaku sudah tidak dapat membantu. Darwin lebih banyak belajar sendiri.
"Sekarang kan pelajarannya sudah tidak seperti dulu. Biasanya anaknya belajar sendiri, paling dibantu kakaknya," katanya.
Foto Darwin bersama ibunya mengecek tugas sekolah melalui ponsel pintar.
Baca Juga : 5 Bocah Ini Rela Berjualan Cilok hingga Sayuran Demi Hidupi Keluarga
(raf/odi)