Bila diperhatikan bawang merah di Solok besaran bawangnya jauh lebih besar, baunya lebih harum, dengan warna lebih menarik. Merah terang dan segar. Selintas mirip bawang merah dari India.
"Tampilannya bagus. Lebih besar karena serumpun paling hanya sampai 7 biji, kalau di Brebes kan sampai 10 biji," kata Misardi, petani Solok yang juga menjadi Ketua Tani Tuah Saiyo, Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat.
![]() |
Bibit bawang merah yang ditanam para petani di Solok bukan bibit sembarangan. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Solok Admaizon mengungkapkan bibit yang ditanam adalah varietas lokal SS Sakato. Bibit ini dikembangkan alih teknologinya oleh Balai Pengkajian Tekonologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat dalam bentuk biji dan pertanian organik. "SS itu singkatan dari Solok Sumbar," kata Admaizon.
Varietas SS Sakato cocok ditanam di lahan kering dataran tinggi. Meskipun musim hujan, yang umumnya di daerah lain sedang stop tanam bawang, SS Sakato tetap bisa ditanam dan tumbuh dengan baik. Solok pun tidak mengenal musim bawang merah karena para petani bisa rutin menanam dan panen sepanjang tahun 3-4 kali.
![]() |
Dengan menanam varietas SS Sakato, produktivitas bawang merah bisa mencapai 12 ton per hektar. Misardi menceritakan, ia menanam SS Sakato secara organik sejak lima tahun lalu. 'Produksinya meningkat dan biaya produksi lebih hemat," kata Misardi.
Pemerintah memang menjadikan Kabupaten Solok, Sumatra Barat, sebagai prioritas pengembangan produksi bawang merah di luar Jawa, guna memenuhi kebutuhan bawang dalam negeri dan ekspor.
![]() |
Sentra produksi bawang merah di Pulau Jawa, seperti Brebes dan Probolinggo biasanya panen pada bulan Juli-September.
"Dengan memacu produksi off season di sejumlah wilayah seperti Solok dan NTB saat ini kita bisa swasembada sepanjang tahun," kata Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri saat menghadiri kegiatan panen bawang merah di Lembah Gumanti, Solok, Sumatera Barat pada Selasa (29/1/2019) siang. (dvs/odi)