Beberapa produk kopi Merapi jenis robusta, arabica hingga kopi luwak dihadirkan dalam Festival Kopi Merapi 2018. Festival berlangsung di Desa Pentingsari, Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Rabu (26/9/2018).
Kopi di festival ini merupakan hasil tanam petani dari 3 kecamatan yakni Turi, Cangkringan dan Pakem. Para pengunjung bisa membeli kopi yang masih utuh berbentuk buah, ada yang sudah diproses menjadi biji hingga bubuk kopi yang sudah dikemas, serta bibit tanaman kopi. Pengunjung juga bisa mencicipi langsung kenikmatan kopi Merapi yang disajikan di 25 stand barista.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Kopi ini ada rasa manisnya ketika sudah diseduh, jadi kami namai kopi madu. Waktu dipetik buahnya benar-benar matang di pohon, berwarna merah kulitnya," kata Eko.
Eko menyebutkan kopi yang ditanam kelompoknya berasal dari pembibitan di Jember. Kelompoknya mendapatkan bantuan bibit setelah erupsi Merapi tahun 2010. Sekali panen, kelompoknya bisa menghasilkan 4-5 kuintal (4000 kg - 500 kg) buah kopi per hektar.
![]() |
Saat ini lahan petani Tunas Harapan sekitar 5 hektar dengan jumlah petani 18 orang. Sedangkan untuk pemasaran hasil produksi, ada pembeli yang datang langsung dan ada yang pesan online.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman, Heru Saptono mengatakan potensi kopi Merapi cukup baik terutama dari sisi cita rasa. Belum lama ini Pemkab Sleman mempromosikan kopi Merapi ke Finlandia dan mendapat respon positif dari masyarakat di sana.
![]() |
Untuk saat ini tercatat lahan pertanian kopi di lereng Merapi, Sleman seluas sekitar 300 hektare. Menyusut 200 hektar setelah terdampak erupsi Merapi 2010.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman, Tri Endah Yitnani menambahkan kopi Merapi juga mulai diterima pasar di Rusia dan Swedia. Pihaknya kini berupaya mendampingi petani kopi Merapi mengurus perizinan hingga hak merk untuk kebutuhan ekspor ke Eropa.
(dwa/odi)