Usaha makanan khas Yogyakarta yang dirintis Yu Djum sejak tahun 1950-an. Beberapa cabang yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya akan terus buka setelah masa berkabung selesai. Sedikitnya ada 12 cabang warung gudeg dengan brand name Gudeg Yu Djum yang ada di DIY.
![]() |
"Saat ini kita tutup semua. Nanti setelah masa berkabung selesai akan buka lagi," ungkap cucu Yu Djum, Sigit Alfianto kepada wartawan di rumah duka Dusun Karangasem Desa Catur Tunggal, Depok Sleman, Selasa (15/11/2016) sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini keluarga besar Yu Djum sudah mengelola bersama warung-warung tersebut. "Kita akan meneruskan warisan mbah putri ini," ungkapnya.
Awal mula gudeg Yu Djum dimulai sekitar tahun 1950-an. Saat itu dari rumah di dusun Karangasem tersebut gudeg dibawa menggunakan bakul menuju kawasan Wijilan Kecamatan Kraton Yogyakarta yang menjadi tempat berjualan pertama kali hingga sekarang.
"Waktu itu belum banyak alat transportasi sehingga harus digendong dari rumah menuju kota bersama mbah kakung (kakek)," katanya. Menurutnya suami Yu Djum, almarhum Suandi Dharmosuwarno yang memasak sendiri gudegnya. Sedangkan Yu Djum yang menjajakannya.
![]() |
Selain dijual di tempat biasa berjualan di Wijilan, nasi gudeg tersebut ada yang dititipkan di pasar. "Mbah kakung itu tentara dan pandai memasak gudeg dengan cita rasa manis dan kering bukan gudeg basah," cerita Sigit, sang cucu.
Gudeg racikan suami Yu Djum itulah yang kini jadi ciri khasnya. Kering, cokelat pekat kemerahan, rasanya tidak terlalu manis dan tidak cepat basi. Karena dimasak dengan bahan-bahan yang dipilih sendiri dan memakai api kayu bakar. (bgs/odi)