Permintaan Daging Tikus Liar untuk Konsumsi dari Kamboja Makin Meningkat

Permintaan Daging Tikus Liar untuk Konsumsi dari Kamboja Makin Meningkat

- detikFood
Selasa, 26 Agu 2014 14:40 WIB
Foto: BBC
Jakarta - Tikus dikenal sebagai hewan pengerat dan pembawa penyakit. Namun, di Kamboja tikus liar berukuran besar dijual bebas bahkan diekspor. Pemanfaatan tikus ini bisa membantu ekonomi masyarakat dan mencegah kerusakan pertanian.

Tikus yang umum ditangkap adalah spesies Rattus argentiventer atau tikus lahan padi. Di provinsi Kompong Chan yang berjarak 60 km dari ibu kota Phonm Peng, musim penangkapan tikus mencapai puncaknya setelah panen beras di bulan Juni dan Juli. Saat itulah tikus-tikus kesulitan mendapatkan makanan.

Kekurangan makanan dan mulai datangnya musim hujan memaksa tikus untuk berpindah ke daratan lebih tinggi. Di sana, petani lokal akan siap dengan 120 jebakan tikus. Menurut salah satu petani mereka bisa menangkap hingga 25 kg tikus dalam satu malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Tikus liar mengonsumsi makanan berbeda seperti sayuran, jerami, dan akar tumbuhan. Tikus yang ada di perkotaan kotor dan mempunyai penyakit kulit, karena itu kami tidak menangkap mereka,” tutur Chhim (37), salah satu petani lokal kepada BBC (26/08/2014).

Di pagi harinya petani bersiap untuk menghantarkan total 200 kg tikus secara eksklusif ke Vietnam. Setiap harinya mereka harus menghabiskan 4 jam ke lokasi perdagangan tikus di perbatasan negara Vietnam.

Selama 15 tahun terakhir, bisnis tikus ini semakin meningkat. Daging tikus dulu dihargai kurang dari 20 sen, saat ini ia menghasilkan hingga $2.50 (sekitar Rp 29.000) per kg menyusul peningkatan permintaan daging tikus.

Walau masyarakat Kamboja banyak menjual daging tikus, tak banyak yang mengonsumsinya. Tapi saat disajikan dikatakan dagingnya mempunyai tekstur sama seperti daging babi. Biasanya organ hati dan daging paha paling sering dikonsumsi serta diolah dengan cara dibakar, dibuat sup, atau digiling halus.

“Perburuan tikus untuk makanan dan penjualannya berkontribusi pada pencegahan kerusakan panen padi,” tutur Hean Vanhorn selaku kepala departemen Kementrian Pertanian di Phnom Penh.

(dni/odi)

Hide Ads