Salah satu masakan khas Lebaran buatan ibu yang selalu diburu para tamu adalah gule kambing. Tidak usah menunggu sampai Lebaran hari kedua, hari pertama pun gule kambing dapat dipastikan tinggal kuahnya doang. Terutama rombongan keluarga dari Bapak saya, sehabis makanpun tanpa malu malu masih meminta plastik untuk membungkus sisa gule. Ibu tinggal senyum senyum melihat masakannya ludes. Itu yang membuatnya masih semangat masak ketika Lebaran, padahal sudah saya larang karena ibu sudah berusia lebih dari 60 tahun dan sering sakit kecapean sehabis para tamu pulang.
Keistimewaan gule buatan ibu adalah memakai daging dan iga kambing yang direbus antara 1 โ 1,5 jam sehingga daging empuk tetapi tidak hancur serta bumbunya sudah meresap banget kedalam daging, sehingga daging kambing bebas bau prengus. Aroma rempahnya terasa khas dan kuat sehingga menimbulkan aroma wangi dan menggiurkan ketika akan disantap. Kuahnya yang berwarna merah dan permukaannya yang berminyak serta potongan kecil gajih yang mengambang semakin mengundang selera. Penggunaan santan dan kemiri yang seimbang mengakibatkan kuah gule tidak kental tapi tetap mlekoh. Ketika disantap gule terasa ringan ngga bikin enek. Perpaduan bumbu rempah khas gule yang terdiri dari cabe, kunyit, cengkeh, pala, adas dan ketumbar terasa kuat dilidah dan menghangatkan badan.
Sekali waktu ibu memasak gule hanya dengan memakai daging kambing saja tanpa tulang dan iga kambing, eh sepupu sepupu saya itu malah mengomel, โTante, gulenya kok ngga ada dagingnya ?โ Loh ??? Semenjak itu ibu tak pernah lupa mencampur daging dengan tulang kambing. Kalau buat saya, malahan ibu membuat gule buntut sapi, karena daging kambing berbahaya untuk suami saya yang mengindap asam urat. Apapun isinya tetap saja gule terasa mantap dan lezat.
(gls/gls)